Alasannews.com||Pontianak, KALBAR — Polemik seputar dugaan korupsi dana hibah pembangunan Gedung SMA Mujahidin kembali memanas setelah mantan Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji, melontarkan tudingan keras kepada sejumlah oknum Jaksa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar. Sutarmidji menyebut adanya indikasi pemaksaan dalam penanganan kasus tersebut dan memperingatkan agar institusi penegak hukum tidak disusupi kepentingan pribadi maupun politik.
Dalam wawancara yang dilakukan oleh media lokal pada 8 April 2025, Sutarmidji secara terbuka mengungkap dugaan adanya konflik kepentingan antara oknum Jaksa yang menangani kasus hibah Mujahidin dengan jajaran Pemprov Kalbar, khususnya Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ia menyebut bahwa salah satu oknum Jaksa yang aktif mengusut kasus hibah tersebut juga terindikasi memiliki usaha tambang yang perizinannya belum disetujui oleh Kepala Dinas ESDM Kalbar, Syarif Kamaruzaman — yang juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Masjid Mujahidin serta dikenal sebagai orang dekatnya.
"Semakin kita diam, semakin jadi. Kalau mau buka-bukaan, saya lebih banyak tahu. Tapi jangan paksa saya buka. Nanti institusi penegak hukum dan oknum-oknumnya bisa kehilangan kepercayaan masyarakat," tegas Sutarmidji dengan nada tinggi. Ia menambahkan, proses hukum tidak boleh dijadikan sarana intimidasi politik ataupun alat untuk menyelesaikan konflik pribadi.
Pernyataan keras ini muncul di tengah kabar akan adanya penetapan tersangka dalam kasus dana hibah Mujahidin sebelum peringatan Hari Bhakti Adhyaksa pada Juli 2025 mendatang. Proses penyidikan sendiri telah dimulai sejak tahun 2022 dan resmi ditingkatkan ke tahap penyidikan pada 2024 oleh Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Kalbar.
Dalam kasus ini, Sutarmidji disebut-sebut memiliki peran sebagai pemberi hibah saat menjabat sebagai Gubernur Kalbar. Ia mengalokasikan anggaran hibah senilai total Rp 22,042 miliar secara bertahap pada tahun 2019, 2020, 2021, dan 2023 kepada Yayasan Pendidikan Mujahidin dan Yayasan Masjid Mujahidin untuk pembangunan Gedung SMA Mujahidin di Jalan Ahmad Yani, Pontianak.
Namun, Sutarmidji menegaskan bahwa secara hukum, pemberi hibah tidak memiliki tanggung jawab atas pengelolaan dana tersebut. “Berdasarkan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, yang bertanggung jawab terhadap hibah adalah penerima hibah. Bukan pemberi hibah,” jelasnya.
Adapun dua nama yang disorot dalam proses penyidikan adalah Mulyadi, Ketua Yayasan Pendidikan Mujahidin yang juga adik kandung Sutarmidji, dan Syarif Kamaruzaman. Keduanya telah diperiksa berkali-kali oleh tim penyidik. Total, Kejati Kalbar telah memeriksa 27 saksi dan 3 saksi ahli dalam rangka mengusut dugaan penyalahgunaan wewenang dan perbuatan melawan hukum terkait pemberian hibah tersebut.
Sutarmidji sendiri sempat dipanggil oleh Kejati Kalbar melalui surat panggilan pemeriksaan saksi bernomor B-1820/0.1.5/Fd/06/2024. Namun ia tidak hadir pada panggilan tersebut, dan penyidik menyatakan akan menjadwalkan pemeriksaan ulang dalam waktu dekat.
Hingga berita ini diterbitkan pada 9 April 2025, awak media masih berupaya menghubungi pihak Kejati Kalbar dan nama-nama yang disebut untuk memperoleh tanggapan resmi. Namun belum ada keterangan yang berhasil dihimpun.
Kasus ini mendapat sorotan luas dari publik Kalbar, mengingat keterlibatan tokoh-tokoh penting di dalamnya. Masyarakat kini menanti langkah tegas dari Kepala Kejati Kalbar yang baru, agar pengusutan kasus hibah ini tidak berhenti pada simbolisme hukum semata, melainkan benar-benar menegakkan keadilan tanpa pandang bulu.
Reporter: Tim Liputan
Redaksi