Ketapang, Alasannews.com —
Proyek pembangunan Gedung Ruang Bersalin di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Agoesdjam Ketapang, Kalimantan Barat, kembali menjadi sorotan tajam publik. Pekerjaan konstruksi yang telah menelan anggaran miliaran rupiah itu diketahui tak kunjung rampung bahkan telah mangkrak selama bertahun-tahun, menyisakan tanda tanya besar soal transparansi, tanggung jawab, dan efektivitas pengelolaan anggaran daerah.
Pantauan Alasannews.com di lapangan mendapati bangunan yang tampak terbengkalai tanpa aktivitas konstruksi. Sejumlah warga bahkan menyebutnya sebagai "gedung siluman", mengingat tidak ada kejelasan pelaksanaan proyek maupun siapa pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas keberlanjutan pembangunannya.
Upaya konfirmasi dari awak media kepada pihak RSUD Agoesdjam maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Ketapang sejauh ini belum mendapatkan penjelasan memadai. Bahkan, muncul kesan saling lempar tanggung jawab, dengan alasan klasik seperti "keterbatasan anggaran" atau "bukan kewenangan kami".
Proyek ini sebenarnya telah beberapa kali diusulkan kembali sejak gagal dilanjutkan pada 2021. Pada tahun anggaran 2024, Pemerintah Kabupaten Ketapang kembali mengalokasikan anggaran melalui APBD senilai Rp17 miliar untuk rehabilitasi gedung bersalin tersebut. Namun proses tender yang berlangsung di LPSE Kabupaten Ketapang justru memunculkan polemik baru.
Informasi yang diperoleh Alasannews.com dari sejumlah kontraktor peserta tender menyebutkan bahwa evaluasi tender mengalami belasan kali perubahan jadwal, meskipun hanya diikuti lima peserta. Hal ini menimbulkan kecurigaan terhadap dugaan tidak beresnya proses evaluasi serta adanya potensi permainan di balik proses lelang tersebut.
“Evaluasi sudah selesai, tinggal penetapan pemenang. Tapi jadwal terus diperpanjang. Ini menimbulkan pertanyaan, ada apa sebenarnya? Apakah proyek ini memang benar-benar akan dilaksanakan?” ungkap salah satu peserta lelang yang enggan disebutkan namanya, saat ditemui pada 15 Agustus 2024.
Perpanjangan terakhir bahkan terjadi pada 19 Agustus 2024. Dengan sisa waktu efektif tahun anggaran yang tinggal sekitar 90 hari, pertanyaan besar muncul: apakah proyek ini masih memungkinkan diselesaikan secara teknis dalam waktu yang sangat sempit?
Menanggapi sorotan publik ini, Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemkab Ketapang, Sudirman Shinaga, saat dikonfirmasi via WhatsApp menyarankan agar publik maupun peserta tender merujuk langsung pada Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP) dan resume evaluasi di laman resmi LPSE.
“Agar clear secara utuh, silakan baca BAHP dari awal sampai pembuktian kualifikasi. Itu satu kesatuan yang tidak bisa dibaca sepotong-sepotong. Secara otoritas, detailnya ada di BAHP dan resume-nya dapat diakses di LPSE Ketapang secara online,” ujarnya.
Namun demikian, pernyataan ini belum menjawab mengapa proses tender yang seharusnya transparan dan efisien justru diwarnai dengan penundaan dan perubahan jadwal berkali-kali.
Dalam dinamika proyek ini, publik juga menyoroti posisi dr. Varia yang saat ini merangkap sebagai Direktur RSUD Agoesdjam dan sekaligus Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ketapang. Sebelumnya, saat menjabat Kadinkes, dr. Varia juga dinilai tak menunjukkan inisiatif serius untuk menindaklanjuti pembangunan yang telah terbengkalai selama lima tahun tersebut.
Ironisnya, ketika pihak RSUD sempat mengeluhkan keterbatasan fasilitas, anggaran pusat justru telah dialokasikan. Namun pelaksanaannya justru nihil hasil, menambah daftar panjang proyek mangkrak di sektor kesehatan daerah.
Polemik pembangunan ini tidak hanya menimbulkan kekecewaan dari peserta tender dan warga, tapi juga menjadi preseden buruk bagi manajemen proyek strategis daerah. Kegagalan pelaksanaan, lemahnya pengawasan, dan tumpang tindih kewenangan seakan menjadi pola berulang yang dibiarkan terjadi tanpa koreksi serius.
Dengan proyek senilai miliaran rupiah yang hingga kini tak menunjukkan progres nyata, desakan publik semakin menguat agar aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Negeri Ketapang dan lembaga pengawasan lainnya, segera turun tangan melakukan investigasi mendalam.
Jika tidak ada langkah tegas dan transparan, bukan tidak mungkin proyek Gedung Ruang Bersalin RSUD Agoesdjam akan benar-benar menjadi bangunan “siluman” yang menghantui wajah pelayanan kesehatan di Kabupaten Ketapang.
Oleh: Tim Investigasi
Editor: Gugun