Alasannews.com|Pontianak, KALBAR – Birokrasi merupakan mesin utama pemerintahan yang berperan vital dalam memastikan pelayanan publik berjalan efektif. Namun, kondisi birokrasi di berbagai daerah, termasuk Kalimantan Barat, dinilai masih pincang dan belum menunjukkan kinerja yang optimal.
Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Kalbar, Dr. Herman Hofi Munawar, menyoroti lemahnya kinerja birokrasi sebagai persoalan serius yang harus segera dibenahi. Menurutnya, birokrasi yang kuat dan adaptif menjadi fondasi utama pemerintahan yang inovatif dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.
“Kita sering mendengar masyarakat mengeluhkan pelayanan yang lambat dan mengecewakan. Ada kesan birokrasi justru menjadi penghambat, bukan pemecah masalah,” ujar Dr. Herman kepada wartawan, Minggu (13/4/2025).
Ia menilai, proses birokrasi yang seharusnya dapat diselesaikan dalam hitungan jam sering kali berlarut-larut hingga berminggu atau bahkan berbulan. Wajah pelayanan publik pun kerap dinilai angkuh, tidak ramah, dan tidak tanggap terhadap keluhan masyarakat.
Dr. Herman menekankan bahwa salah satu akar persoalan terletak pada ketakutan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk berinovasi. Banyak ASN, katanya, enggan mengambil langkah-langkah terobosan karena merasa tidak mendapat perlindungan hukum yang memadai dari pimpinan daerah.
“Ketika ASN mengambil kebijakan yang menyentuh wilayah abu-abu hukum, mereka rentan dikriminalisasi. Penegak hukum lebih memilih pendekatan pidana ketimbang administratif. Ironisnya, kepala daerah sering kali lepas tangan,” tegasnya.
Situasi ini, lanjutnya, menyebabkan banyak ASN justru menjadi korban. Mereka dipenjara atau diberhentikan tanpa pembelaan dari atasannya, menciptakan iklim birokrasi yang tidak sehat dan penuh ketakutan.
Padahal, berbagai regulasi telah menjamin perlindungan hukum bagi ASN. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, khususnya Pasal 22 ayat (1) huruf c, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 yang diperbarui dengan PP Nomor 17 Tahun 2020, menyebutkan secara tegas bahwa kepala daerah sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) bertanggung jawab memberikan perlindungan hukum kepada ASN.
Selain itu, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 12 Tahun 2014 bahkan mengatur secara khusus mengenai bantuan hukum bagi ASN yang tersandung kasus hukum akibat pelaksanaan tugasnya.
“Oleh karena itu, para Gubernur, Bupati, dan Wali Kota harus hadir. Bukan hanya secara moral, tetapi secara hukum. Jangan biarkan ASN berjuang sendiri saat menghadapi masalah dalam menjalankan kewajibannya,” ucap Dr. Herman.
Ia menambahkan, selama tidak ada jaminan perlindungan hukum, jangan berharap ada inovasi berarti di tubuh birokrasi. Ketakutan akan kriminalisasi akan terus menjadi tembok penghalang bagi lahirnya ide-ide kreatif.
“Perlindungan hukum bukan untuk membela yang bersalah, tapi untuk memastikan bahwa mereka yang bekerja sesuai aturan tidak dikorbankan. ASN juga harus dibekali pemahaman hukum agar tidak salah langkah dalam menjalankan tugas,” pungkasnya.
Sumber : Dr.Horman Hofi Law(Pengamat Publik)
Editor/Gugun