ALASANnews Palu – Konflik agraria di Sulawesi Tengah (Sulteng) kembali terjadi, kali ini di desa Peleru, kabupaten Morowali Utara.
Konflik kali ini terjadi antara sengketa lahan masyarakat dan PT Sinergi Perkebunan Nusantara (SPN) yang mengakibatkan salah seorang warga tengah melakukan aktifitas panen sawit dalam perkebunan kemudian diperhadapkan dengan proses hukum di Polres Morowali Utara, pada Selasa (25/3- 2025).
Atas keadaan tersebut, Wakil Ketua II DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Syarifudin Hafid, SH, MM, menanggapi agar persoalan seperti ini bisa kemudian secepatnya mendapatkan titik terang penyelesaiannya, sehingga tidak ada lagi pihak yang terus berseteru dalam memperoleh status kepemilikan lahan.
Syarifudin Hafid yang merupakan perwakilan masyarakat kabupaten Morowali dan Morowali Utara ini mendorong agar proses penyelesaian konflik agraria di Sulteng, terkhusus di wilayah konstituennya itu bisa segera berjalan menuju penyelesaian.
“Untuk saat ini semua pihak baik perusahaan maupun masyarakat untuk bisa sama-sama turut andil dalam proses ini, kita tidak boleh lagi menyalahkan terkait proses yang berjalan dimasa lalu yang belum selesai, namun mari duduk bersama dan kemudian melibatkan pemerintah kabupaten dan provinsi bahkan kalau perlu melibatkan pemerintah pusat serta semua pihak yang terkait untuk mendudukan problem agraria serta solusinya,"ajaknya.
Dalam kasus masyarakat dan PT SPN, sebenarnya telah dalam proses penyelesaian, misal pada 25 Januari 2025 lalu, pihak Pemprov Sulteng, telah mengeluarkan Surat Rekomendasi Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Desa Peleru atas tindak lanjut mediasi yang sebelumnya dilakukan pada 22 Januari 2025.
Dalam surat tersebut telah disepakati beberapa poin diantaranya Bahwa Pemerintah Kabupaten Morowali Utara dan Badan Pertanahan Kabupaten Morowali Utara untuk segera melakukan pengukuran titik batas lokasi Hak Guna Usaha (HGU) PT SPN yang melibatkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Kabupaten Morowali Utara.
Ia mengatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Morowali Utara untuk segera menindaklanjuti kesepakatan pada tahun 2016 serta melakukan musyawarah kembali untuk mengetahui apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaanya dan yang terkahir Masyarakat Desa Peleru dan PT SPN wajib menjaga keamanan dan ketertiban di lapangan dan tidak melakukan tindak diluar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Perusahaan-perusahaan yang beroperasi saat ini sudah sepatutnya memberikan dampak postif terhadap ekonomi masyarakat setempat , toh kalau segala proses yang dijalankan mengedepankan musyawarah antar pihak-pihak pasti akan menemui titik temu, begitupun dengan masyarakat, jika memang hak-hak yang kemudian belum dipenuhi oleh perusahaan maka proses penyelesaiannya harus sesuai ketentuan yang berlaku” jelas Syarifudin.
Ia juga menekankan problem agraria yang terjadi di Morowali dan Morowali utara harus segera diselasaikan oleh pemerintah kabupaten dan provinsi saat ini.
"Sebab dua kabupaten tersebut merupakan kabupaten penyumbang perekonomian tertinggi di Sulteng, dengan hadirnya investasi diberbagai sektor, sehingga harapannya semua investasi itu dapat berkontribusi terhadap ekonomi masyarakat setempat, hal tersebut merupakan kunci dari solusi situasi saat ini,"ungkapnya.
Menurutnya kordinasi antar semua pihak merupakan strategi ampuh dalam proses penyelesaian ini.
Ia menjelaskan pihak-pihak seperti Kapolda, Kejati, Kapolres, Kejari, Dandrem, Dandim dan pihak perusahaan agar dapat sama-sama untuk mengetahui duduk persoalan konflik itu.
"Sehingga tidak ada gesekan-gesakan antar masyarakat dan perusahaan juga dengan aparat keamanan dilapangan,"harapnya.
Ia juga mengharapkan Tim Satgas Penyelesaian Konflik Agraria bentukan Pemprov Sulteng untuk bekerja dengan baik.
"Dn memberikan solusi yang terbaik bagi masyarakat dan perusahaan agar tidak ada yang dirugikan dalam prosesnya, dan kemudian bisa berkoordinasi untuk dapat memanggil pihak PT SPN,"tutupnya. ***