Alasannews.com||Sambas, 20 Maret 2025 – Warga Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, mengeluhkan aktivitas perusakan hutan mangrove yang diduga dilakukan oleh seorang pengusaha berinisial RHM. Dengan menggunakan alat berat jenis ekskavator, RHM disebut telah membuka jalan dan membuat saluran air untuk kepentingan tambak, yang berdampak pada ekosistem serta mata pencaharian masyarakat setempat.
Sejumlah warga mengabadikan aktivitas tersebut dalam rekaman video dan foto yang dikirimkan kepada tim investigasi. Warga menyatakan bahwa hutan mangrove di wilayah tersebut selama ini menjadi sumber penghidupan mereka, khususnya dalam mencari hasil laut. Selain itu, kawasan ini juga memiliki berbagai papan larangan yang dipasang oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), termasuk larangan menebang pohon serta berburu satwa yang dilindungi.
Warga Minta Pemerintah Bertindak Tegas
Perwakilan warga Desa Sebubus menegaskan bahwa mereka mendesak pemerintah, khususnya Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, untuk segera mengambil langkah tegas terhadap aktivitas perusakan lingkungan ini. Mereka mengkhawatirkan bahwa tanpa penindakan yang jelas, pembalakan dan perambahan kawasan mangrove akan terus berlanjut.
"Kami meminta pemerintah segera turun tangan. Hutan mangrove ini bukan hanya penting bagi lingkungan, tetapi juga bagi kehidupan kami. Kalau dibiarkan, apa kami juga boleh merusak hutan untuk kepentingan pribadi?" ujar salah satu warga.
Lebih lanjut, warga menambahkan bahwa praktik perusakan hutan di daerah tersebut sudah terjadi berulang kali. Modus yang digunakan umumnya adalah membuka lahan untuk tambak, kemudian menjualnya kepada pihak lain.
Lembaga Perlindungan Konsumen: Aktivitas RHM Ilegal
Sekretaris Lembaga Perlindungan Konsumen Wilayah Kalimantan Barat, Mulyadi, membenarkan adanya laporan dari masyarakat terkait dugaan perusakan hutan mangrove. Berdasarkan hasil investigasi, ditemukan bahwa aktivitas RHM mencakup pembukaan lahan dengan menebang ratusan batang kayu dan membuat saluran air sepanjang ratusan meter.
"Ini jelas pelanggaran. Hutan mangrove termasuk kawasan konservasi yang tidak boleh dialihfungsikan. Sejauh ini, RHM belum bisa menunjukkan izin resmi yang membenarkan aktivitasnya di kawasan tersebut," tegas Mulyadi.
Ia merujuk pada Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor SK.733/Menhut-II/2014 yang menetapkan kawasan hutan dan konservasi perairan di Kalimantan Barat sebagai area yang tidak boleh dialihfungsikan. Selain itu, aturan dalam izin Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR) juga melarang pemindahtanganan hak pengelolaan serta perubahan status kawasan.
Kerusakan Hutan Mangrove Mencapai 50%, Penegakan Hukum Dipertanyakan
Mulyadi juga menyoroti lemahnya penegakan hukum terhadap perusakan lingkungan di kawasan tersebut. Ia menyebut bahwa kerusakan hutan mangrove di Desa Sebubus sudah mencapai sekitar 50 persen, tetapi belum ada langkah konkret dari instansi terkait.
"Kita akan segera berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Provinsi dan penegak hukum untuk memanggil RHM serta memastikan ada tindakan tegas agar kejadian serupa tidak terulang. Jika tidak ada langkah nyata, maka perusakan hutan ini akan semakin masif," tutupnya.
Warga Desa Sebubus berharap agar kasus ini segera ditindaklanjuti, mengingat dampak ekologis dan sosial yang ditimbulkan sangat besar. Mereka juga meminta agar aparat hukum menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam perusakan hutan mangrove.
Sumber : Mulyadi (Tim Investigasi) warga Masyarakat
Editor/Gugun