Alasannews.com||Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis, 27 Maret 2025 – Menjelang Lebaran, para pengusaha di Pontianak dan berbagai daerah di Kalimantan Barat menghadapi lonjakan permintaan bantuan atau sumbangan dalam bentuk proposal dari berbagai pihak. Permintaan ini datang dari lembaga sosial, komunitas, hingga oknum yang mengatasnamakan organisasi tertentu. Jika dilakukan dengan cara yang wajar, fenomena ini dapat menjadi bagian dari tradisi berbagi di bulan Ramadan. Namun, dalam beberapa kasus, permohonan sumbangan ini justru bersifat memaksa, intimidatif, atau bahkan mengarah pada unsur pemerasan.
Pengamat kebijakan publik, Dr. Herman Law, menyoroti fenomena meningkatnya permintaan bantuan dari pengusaha menjelang Lebaran. Menurutnya, praktik ini seharusnya dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan keresahan di kalangan pelaku usaha.
"Tradisi berbagi dan gotong royong memang menjadi bagian dari budaya kita, tetapi jika ada unsur pemaksaan, tekanan, atau bahkan ancaman, maka ini sudah melanggar hukum. Banyak pengusaha di Pontianak dan Kalimantan Barat yang merasa terjebak karena adanya permintaan sumbangan yang tidak wajar, bahkan dalam beberapa kasus, proposal sumbangan ini bisa berujung pada dugaan tindak pidana seperti pemerasan, penipuan, atau penggelapan," ujar Dr. Herman Law kepada media, Kamis (28/3/2025).
Ia juga mengingatkan bahwa dalam konteks hukum pidana, cara dan niat di balik permintaan sumbangan sangat menentukan apakah suatu tindakan bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.
"Jika ada pihak yang menggunakan ancaman terselubung atau tekanan psikologis dalam mengajukan proposal, maka bisa saja ini masuk dalam kategori pemerasan sesuai Pasal 368 KUHP. Selain itu, jika ada proposal yang dibuat dengan identitas palsu atau tidak sesuai fakta, maka bisa dikategorikan sebagai penipuan atau bahkan pemalsuan dokumen," jelasnya.
Dari perspektif hukum, pengajuan proposal yang meresahkan pengusaha dapat dikategorikan ke dalam beberapa tindak pidana, tergantung pada cara dan niat di balik permintaan tersebut.
Pemerasan (Pasal 368 KUHP)
Jika proposal diajukan dengan unsur tekanan atau ancaman terselubung, maka dapat dikategorikan sebagai pemerasan. Pasal 368 ayat (1) KUHP menyebutkan:
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu, atau supaya mempunyai utang ataupun menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun."
Dalam konteks ini, jika ada pihak yang mengancam akan menyebarkan informasi negatif atau merusak reputasi usaha jika tidak memberikan sumbangan, maka tindakan tersebut dapat dijerat sebagai pemerasan.
Penipuan (Pasal 378 KUHP)
Banyak proposal yang mengatasnamakan lembaga amal, yayasan sosial, atau organisasi keagamaan, tetapi dana yang terkumpul justru diselewengkan untuk kepentingan pribadi. Jika terbukti demikian, pelaku bisa dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Pemalsuan Surat (Pasal 263 KUHP)
Tidak jarang oknum yang menggunakan nama atau atribut organisasi tertentu tanpa izin untuk meyakinkan pengusaha agar memberikan sumbangan. Jika tindakan ini dilakukan dengan membuat dokumen palsu atau surat permohonan fiktif, maka dapat dikenakan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat.
Perbuatan Tidak Menyenangkan (Pasal 335 KUHP)
Jika ada pihak yang secara langsung atau tidak langsung memaksa pengusaha untuk memberikan sumbangan tanpa ada unsur kekerasan tetapi tetap menimbulkan ketidaknyamanan, maka perbuatan tersebut bisa dijerat dengan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.
Penggelapan (Pasal 372 KUHP)
Jika seorang pengusaha telah memberikan donasi kepada seseorang atau organisasi yang mengajukan proposal, tetapi dana tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi tanpa sesuai dengan tujuan yang dijanjikan, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai penggelapan sesuai dengan Pasal 372 KUHP.
Menurut Dr. Herman Law, pengusaha yang menghadapi tekanan atau ancaman dalam permintaan sumbangan harus memahami hak-haknya dan tidak ragu untuk melaporkan ke pihak berwenang jika terjadi dugaan pelanggaran hukum.
"Banyak pengusaha yang merasa takut akan dampak sosial jika menolak permintaan sumbangan, padahal jika ada unsur pemaksaan atau penipuan, mereka berhak menolak dan melaporkan. Langkah yang bisa diambil adalah mengonfirmasi legalitas organisasi yang mengajukan proposal, mendokumentasikan setiap permintaan, serta segera melaporkan ke polisi jika ada indikasi pemerasan atau penipuan," tegasnya.
Di sisi lain, Dr. Herman juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya dengan proposal bantuan yang tidak jelas asal-usulnya. Ia menegaskan bahwa transparansi dan akuntabilitas dalam penggalangan dana sangat penting agar niat baik untuk berbagi tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sebagai langkah pencegahan, pengusaha di Pontianak dan Kalimantan Barat diimbau untuk lebih selektif dalam memberikan sumbangan dan memastikan bahwa bantuan yang diberikan benar-benar sampai kepada pihak yang membutuhkan. Jika merasa terancam atau dipaksa untuk memberikan sumbangan, mereka disarankan segera melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian agar dapat ditindaklanjuti secara hukum.
Sumber : Dr.Herman Hofi Law (LBH)
Editor/Gugun