Alasannews.com|Pontianak, Kalimantan Barat – 8 Februari 2025 – Dunia pendidikan kembali tercoreng dengan kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum guru terhadap muridnya di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Peristiwa ini menuai kecaman dari berbagai pihak karena bertentangan dengan prinsip pendidikan yang berorientasi pada pembentukan karakter anak bangsa. Fenomena ini juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap tenaga pendidik serta minimnya pembinaan yang dilakukan oleh organisasi profesi seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Dinas Pendidikan setempat.
Kasus kekerasan di lingkungan sekolah bukanlah hal baru. Berulangnya kejadian ini menunjukkan bahwa sistem pengawasan terhadap tenaga pendidik masih belum berjalan optimal. PGRI, sebagai organisasi profesi guru, diharapkan memiliki peran dalam memberikan pembinaan kepada anggotanya. Namun, lemahnya implementasi program pembinaan serta kurangnya evaluasi berkala terhadap para pendidik membuat kasus kekerasan terus terjadi.
Di sisi lain, pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan seharusnya lebih proaktif dalam melakukan penguatan mental dan spiritual bagi para guru. Guru bukan hanya bertugas mentransfer ilmu, tetapi juga menjadi panutan bagi siswa dan masyarakat. Konsep Wawasan Wiyata Mandala, yang menekankan pentingnya lingkungan pendidikan yang harmonis, kini seolah menghilang tanpa arah yang jelas.
Dr. Herman Hofi Law, pengamat kebijakan publik, menilai bahwa lemahnya pengawasan terhadap tenaga pendidik berkontribusi pada meningkatnya kasus kekerasan di sekolah. “Seharusnya ada sistem pengawasan yang lebih ketat dan mekanisme pembinaan yang jelas terhadap tenaga pendidik. Kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum guru bukan hanya merusak citra dunia pendidikan, tetapi juga berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan,” ujar Herman.
Tindakan kekerasan atau penganiayaan yang dilakukan oleh oknum guru terhadap muridnya memiliki konsekuensi hukum yang tegas. Dalam aspek pidana, guru yang melakukan kekerasan dapat dijerat dengan beberapa ketentuan perundang-undangan, antara lain:
Pasal 80 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan bahwa kekerasan terhadap anak merupakan tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara.
Pasal 170 KUHP, yang mengatur tentang kekerasan terhadap orang lain, termasuk yang dilakukan oleh guru terhadap muridnya.
Selain hukum pidana, kekerasan di lingkungan sekolah juga melanggar hak-hak siswa sebagaimana diatur dalam:
Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menjamin hak siswa untuk mendapatkan pendidikan yang aman dan nyaman.
Pasal 4 UU No. 35 Tahun 2014, yang menegaskan hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan.
Dalam ranah hukum administratif, tindakan kekerasan oleh oknum guru juga melanggar ketentuan berikut:
Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Permendikbud No. 82 Tahun 2014 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Lingkungan Pendidikan.
Oknum guru yang terbukti melakukan kekerasan dapat dikenakan berbagai sanksi, mulai dari:
Pidana penjara atau denda.
Pemberhentian dari jabatan sebagai guru.
Pencabutan izin mengajar.
Sanksi administratif lainnya yang ditetapkan oleh instansi terkait.
Selain itu, korban kekerasan juga berhak menuntut kompensasi atau ganti rugi kepada oknum guru atau lembaga pendidikan yang bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Dr. Herman Hofi Law menegaskan bahwa PGRI dan Dinas Pendidikan harus mengambil langkah konkret dalam menanggulangi kasus kekerasan oleh oknum guru. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
Setiap guru wajib mengikuti pelatihan berkala terkait etika dan psikologi anak, agar mereka dapat memahami batasan dalam berinteraksi dengan siswa.
Dinas Pendidikan harus memperketat pengawasan terhadap tenaga pendidik, termasuk memberikan sanksi bagi oknum guru yang terbukti melakukan kekerasan.
Sekolah harus kembali menghidupkan nilai-nilai Wawasan Wiyata Mandala, yang menekankan pentingnya peran guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan harmonis.
Pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga melibatkan orang tua dan masyarakat dalam mengawasi serta melaporkan jika terjadi tindakan kekerasan di sekolah.
Kasus kekerasan yang dilakukan oleh oknum guru terhadap murid menjadi refleksi buram dunia pendidikan di Indonesia, termasuk di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Jika pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga pendidik tidak segera diperbaiki, maka kejadian serupa akan terus berulang.
PGRI dan Dinas Pendidikan harus menunjukkan komitmennya dalam melindungi hak-hak siswa serta meningkatkan kualitas tenaga pendidik. Pemerintah pun perlu memastikan bahwa setiap guru benar-benar memahami perannya sebagai pendidik yang tidak hanya mengajar, tetapi juga menjadi teladan bagi anak didiknya.
Dr. Herman Hofi Law menekankan pentingnya reformasi dalam dunia pendidikan. "Jangan sampai dunia pendidikan kita terus dicoreng oleh perilaku oknum guru yang tidak bertanggung jawab. Pemerintah dan PGRI harus hadir sebagai pengawas yang aktif, bukan sekadar simbol," tegasnya.
Jika tidak ada tindakan konkret, dunia pendidikan Indonesia akan terus mengalami degradasi moral yang pada akhirnya akan berdampak pada kualitas generasi penerus bangsa,"Tutup Herman Hofi.
Sumber : Dr.Herman Hofi LAW
Editor/Gugun