Alasannews.com||Ketapang – Haji Juslianto menyatakan keberatan terhadap tuduhan bahwa dirinya menggarap lahan perkebunan sawit di kawasan Hutan Lindung Bukit Konar, Kabupaten Ketapang. Ia menegaskan bahwa informasi yang beredar di beberapa media online tidak benar dan merugikan dirinya baik secara pribadi maupun profesional.
“Tuduhan itu tidak berdasar dan tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Kebun saya memang berada di sekitar kawasan Hutan Lindung Bukit Konar, tetapi tidak di dalamnya,” ujar Haji Juslianto saat dihubungi ketika dalam perjalanan ke Malaysia, Senin (10/2/2025).
Menurutnya, pemberitaan yang tidak melakukan konfirmasi terlebih dahulu berpotensi menyesatkan opini publik dan merusak reputasinya. Untuk memastikan kebenaran informasi, ia mengarahkan tim media untuk mengonfirmasi langsung kepada Kepala Desa Muara Jekak, Muhtaram.
Kepala Desa Muara Jekak, Muhtaram, menjelaskan bahwa masyarakat telah lama berkebun di wilayah sekitar Bukit Konar, jauh sebelum pemerintah menetapkan kawasan itu sebagai hutan lindung pada 2014.
“Warga sudah bercocok tanam di sana sejak lama. Sebelum ada perkebunan sawit, wilayah tersebut merupakan lahan produktif yang ditanami durian, karet, dan tanaman lainnya,” ungkapnya saat ditemui di kantor desa, Senin (10/2/2025).
Muhtaram menambahkan bahwa lahan yang kini ditanami sawit sebelumnya dimiliki oleh warga Desa Randau dan Desa Muara Jekak. Seiring waktu, kepemilikan lahan tersebut mengalami perubahan melalui proses jual beli atau pengalihan hak kepada warga lain. Namun, ia memastikan bahwa masyarakat tidak pernah menanam sawit di dalam kawasan Bukit Konar, melainkan di daerah sekitarnya.
“Bukit Konar itu masih utuh dan asri. Sawit yang ditanam masyarakat berlokasi di daerah sekitar kaki bukit, yang dulu dikenal sebagai Bukit Ketola,” katanya.
Ketua Kelompok Tani HKm Konar Jaya Bersama, Jaka Hermanto, juga menyesalkan pemberitaan yang tidak memperhatikan sejarah lahan tersebut. Ia menjelaskan bahwa lahan itu sudah digarap sejak 2012, sementara status hutan lindung baru ditetapkan pada 2014.
“Saat kami membuka lahan ini, statusnya masih belum ditetapkan sebagai hutan lindung. Kami baru mengetahui perubahan status itu pada 2017 ketika mengajukan sertifikat tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN),” ujar Jaka.
Ia menambahkan bahwa kelompok tani terus berjuang untuk mendapatkan legalitas lahan. Jaka berharap pemerintah, termasuk Presiden Prabowo Subianto, dapat membantu masyarakat memperoleh kepastian hukum demi keberlanjutan usaha perkebunan dan ketahanan pangan nasional.
“Kami berharap Bupati, Gubernur, hingga Presiden bisa membantu agar kami mendapatkan kepastian hukum dalam mengelola lahan ini, sesuai dengan program ketahanan pangan nasional,” katanya.
Menanggapi polemik ini, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah Ketapang Utara melalui staf ahli, Abdul Karim, membenarkan bahwa secara administrasi, Haji Juslianto tidak tercatat memiliki lahan di dalam kawasan Hutan Lindung Bukit Konar.
“Pada 7 Juli 2023, tim dari Penegakan Hukum (Gakkum), Polsek Sandai, serta sejumlah tokoh masyarakat turun langsung ke lokasi. Hasilnya, tidak ditemukan kebun sawit atas nama Haji Juslianto di dalam kawasan hutan lindung,” ungkap Abdul Karim, Selasa (11/2/2025).
Menurutnya, di kawasan sekitar Bukit Konar memang terdapat puluhan hektare kebun sawit yang dimiliki oleh warga. Berdasarkan pendataan, terdapat sekitar 36 orang pemilik lahan di area tersebut.
Pihak KPH, lanjut Abdul Karim, telah mengarahkan masyarakat untuk membentuk kelompok tani dan mengusulkan pemanfaatan lahan melalui skema Kehutanan Sosial. Namun, proses tersebut sempat terhambat oleh perubahan regulasi yang mengharuskan skema dialihkan ke Kehutanan Kemasyarakatan (HKm).
“Saat ini, pengusulan skema HKm sudah masuk ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kami berharap masyarakat dapat bersabar dan mengikuti prosedur yang berlaku,” tambahnya.
Kepala Desa Muara Jekak, Muhtaram, mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan menunggu keputusan dari pemerintah terkait status lahan di sekitar Bukit Konar. Ia juga meminta agar media dan LSM lebih berhati-hati dalam menyajikan informasi agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
“Kami berharap LSM dan khususnya media selalu mengedepankan prinsip jurnalistik yang berimbang, sesuai dengan Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999,” tegasnya.
Dengan adanya klarifikasi ini, diharapkan masyarakat mendapatkan informasi yang akurat dan tidak terpengaruh oleh pemberitaan yang tidak terverifikasi. Pemerintah diharapkan segera memberikan kepastian hukum bagi warga yang telah lama menggarap lahan di sekitar Bukit Konar.
Sumber : Teguh
Editor/ Gugun