Sabtu 15 Mar 2025

Notification

×
Sabtu, 15 Mar 2025

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Sengketa Lahan Desa Mensubang: MABM Serukan Dialog Lewat Ritual Adat "Penyangge Tanah"

| 22:47 WIB | 30 Views Last Updated 2025-01-27T15:47:25Z

ALASANNEWS.COM || Ketapang, Kalimantan Barat – Masyarakat Desa Mensubang, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat, melaksanakan ritual adat "Penyangge Tanah" di lokasi lahan kebun masyarakat yang diduga tergusur oleh pihak PT. Sandai Makmur Sawit (SMS) Mukti Plantation, Senin (27/1/2025).


Ritual adat yang dipimpin oleh Ketua Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kecamatan Nanga Tayap, Mujahidin, ini dihadiri sejumlah pihak, antara lain:
1. Perwakilan Polsek Nanga Tayap, Briptu Zulfikar dan Aipda Sadiran.

2. Tiga kepala desa, yaitu Juslian (Kades Tanjung Medan), Adit Darmawansyah (Kades Pangkalan Teluk), dan Ria Andriawan (Kades Mensubang).


3. Ketua Perkumpulan Masyarakat Petani Kelapa Sawit (PMPKS), Juliandi.
4. Warga Desa Mensubang yang terdampak.

Mujahidin menyampaikan bahwa ritual adat ini bertujuan mengundang pihak PT. SMS Mukti Plantation untuk duduk bersama masyarakat dalam menyelesaikan sengketa lahan secara damai. Ia menegaskan bahwa ritual ini tidak untuk mencari siapa yang benar atau salah, melainkan untuk membuka jalan dialog.

Dugaan Pelanggaran oleh PT. SMS Mukti Plantation
Masyarakat Desa Mensubang mengungkapkan rasa kecewa dan marah atas penggusuran lahan kebun milik mereka yang dilakukan tanpa musyawarah, sosialisasi, maupun ganti rugi. Mereka juga menyoroti adanya dugaan pelanggaran terkait izin penggunaan lahan. Berdasarkan Peraturan Bupati Ketapang Nomor 21 Tahun 2024 dan SK Tahun 1979 tentang batas wilayah, Desa Mensubang termasuk dalam Kecamatan Nanga Tayap. Namun, PT. SMS Mukti Plantation diduga mengabaikan hal ini dengan hanya mengakui tiga desa binaan di Kecamatan Sandai sebagai penerima manfaat plasma.
“Sebelum terbitnya Hak Guna Usaha (HGU) tahun 2018, perusahaan ini telah mengabaikan keberadaan desa kami dan menggunakan peta pembebasan lahan yang tidak sesuai. Ini jelas melanggar hak kami,” ungkap salah seorang warga kepada awak media.

Ritual Penyangge Tanah sebagai Simbol Perlawanan
Ritual "Penyangge Tanah" ini diartikan sebagai perlawanan adat terhadap tindakan yang dianggap melanggar hak masyarakat adat dan lingkungan. Menurut Mujahidin, ritual ini juga merupakan bentuk doa agar pihak-pihak yang terlibat dalam pelanggaran di wilayah Desa Mensubang mendapatkan peringatan moral dan spiritual.

Seorang operator alat berat dari perusahaan mengaku hanya menjalankan tugas berdasarkan peta kerja yang diberikan perusahaan. “Saya baru bekerja tiga hari di lokasi ini dan tidak tahu banyak soal sengketa ini,” jelasnya.

Desakan kepada Pemerintah
Masyarakat Desa Mensubang mendesak pemerintah daerah, khususnya Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Perkebunan (Distanakbun), untuk segera turun tangan menyelesaikan masalah ini. Mereka menegaskan pentingnya perlindungan terhadap lahan bersertifikat milik warga yang berada di pinggir sungai agar tidak terus-menerus digusur.
“Kami tidak akan tinggal diam. Pemerintah harus hadir memberikan keadilan kepada kami. Jika tidak, tanah kami yang sudah bersertifikat akan habis tergusur,” tegas perwakilan masyarakat.

Hingga berita ini diturunkan, pihak PT. SMS Mukti Plantation belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan tersebut.


Sumber: Kusjaya
Editor: Gugun
×
Berita Terbaru Update