Sabtu 15 Mar 2025

Notification

×
Sabtu, 15 Mar 2025

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Proyek Rumah Dinas Kemenkumham di Ketapang Diduga Sarat Penyimpangan, APH Diminta Usut Tuntas!

| 18:00 WIB | 115 Views Last Updated 2025-01-31T11:00:52Z

Ketapang, Alasannews.com – Proyek pembangunan rumah dinas Kantor Imigrasi Ketapang, Kalimantan Barat, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, kini menjadi sorotan. Proyek dengan kontrak kerja Nomor W.16.IMI.IMI.8-PB.02.01-2288 tertanggal 4 September 2024 ini seharusnya diselesaikan dalam 105 hari kerja, namun hingga memasuki 2025, pekerjaan diduga belum selesai 100 persen.

Dugaan penyimpangan semakin kuat setelah tim media menemukan adanya indikasi pencairan dana penuh meski proyek belum sesuai target. Selain itu, terdapat pengurangan volume pekerjaan, spesifikasi yang tidak sesuai gambar teknis, serta berbagai pelanggaran administratif dan hukum lainnya.
Berdasarkan pantauan di lapangan, proyek ini mengalami keterlambatan signifikan. Kontrak menyebutkan waktu pelaksanaan dari 4 September hingga 17 Desember 2024, namun pekerjaan belum rampung sesuai ketentuan. Selain itu, proyek yang dikerjakan oleh CV. Teknika Kontruksi dengan supervisi dari CV. Mecca Consultant dinilai tidak mencapai target kualitas sebagaimana yang telah ditentukan dalam Surat Perintah Kerja (SPK).

Dalam temuan di lokasi, pekerjaan konstruksi diduga mengalami kegagalan teknis akibat mutu bangunan yang rendah dan tidak sesuai spesifikasi. Selain itu, proyek ini disebut tidak memiliki izin mendasar seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB) serta penggunaan tanah timbunan dari Quarry laterit yang tidak mengantongi izin galian C.

Hal lain yang menjadi pertanyaan adalah ketidaktertulisan besaran pagu anggaran dalam plang proyek maupun SPK. Minimnya transparansi ini menimbulkan dugaan bahwa ada upaya untuk menyembunyikan nilai anggaran guna menghindari pengawasan publik.
Proyek ini disebut telah mengalami tiga kali adendum, yang seharusnya hanya dilakukan dalam kondisi tertentu sesuai ketentuan peraturan. Adendum yang dilakukan tanpa alasan teknis yang jelas dapat menjadi celah untuk manipulasi anggaran dan pelanggaran kontrak.

Salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa proyek ini telah disubkontrakkan secara tidak sah dengan nilai Rp 550 juta kepada pihak lain. Praktik subkontrak ini bertentangan dengan aturan yang melarang pelimpahan tanggung jawab proyek kepada pihak ketiga tanpa justifikasi teknis yang jelas.

Lebih lanjut, nama Risky Ariansyah disebut dalam dugaan permainan proyek ini. Ia diduga bukan pemilik perusahaan konstruksi, melainkan hanya menggunakan perusahaan lain sebagai tameng untuk mendapatkan proyek. Risky Ariansyah juga dikaitkan dengan jaringan mafia proyek yang memiliki keterkaitan dengan oknum di Kemenkumham pusat maupun daerah.
Dugaan keterlibatan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) semakin menguat. Mereka disebut melakukan kongkalikong dengan kontraktor untuk melancarkan pencairan anggaran, meskipun proyek belum sesuai standar.

Modus yang digunakan antara lain dengan memanipulasi dokumen adendum dan menyajikan laporan progres fiktif agar pencairan dana tetap dilakukan. Hal ini mencerminkan adanya indikasi penyalahgunaan wewenang demi keuntungan pribadi maupun kelompok tertentu.

Selain itu, proyek ini diduga menjadi bagian dari pola permainan proyek bernilai miliaran rupiah yang melibatkan oknum kontraktor dan pejabat terkait. Dengan adanya dukungan dari jaringan tertentu, proyek-proyek strategis bisa dikuasai oleh kelompok yang sama dengan berbagai skema penyimpangan.
Melihat berbagai indikasi penyimpangan yang ditemukan, Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya Unit Tipikor Polres Ketapang, didesak untuk segera turun tangan mengaudit proyek ini. Audit menyeluruh diperlukan untuk menelusuri aliran anggaran, memastikan keabsahan adendum yang telah dilakukan, serta menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan wewenang oleh pihak terkait.

Selain itu, pemerintah pusat juga diminta untuk melakukan evaluasi terhadap proyek-proyek di bawah naungan Kemenkumham, khususnya di wilayah Kalimantan Barat, guna mencegah praktik korupsi yang berulang. Jika terbukti ada penyimpangan, sanksi tegas harus dijatuhkan kepada kontraktor, konsultan pengawas, serta pejabat yang terlibat.

Hingga berita ini diterbitkan, tim media masih berupaya mendapatkan konfirmasi dari pihak terkait, termasuk kontraktor pelaksana, pejabat pengawas proyek, serta perwakilan dari Kemenkumham.

(Tim Liputan )
Redaksi
×
Berita Terbaru Update