Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Dr. Herman Hofi: Sengketa Jasa Konstruksi Harusnya Dirujuk pada Hukum Perdata, Bukan Pidana

| 18:12 WIB | 0 Views Last Updated 2025-01-04T11:12:17Z

Alasannews.com || Pontianak, KALBAR  - 4 Januari 2025,
Dr. Herman Hofi Munawar, seorang pengamat hukum dan kebijakan publik, menyoroti pentingnya pemahaman yang mendalam oleh Aparat Penegak Hukum (APH) terhadap substansi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Ia menilai, kecenderungan membawa sengketa jasa konstruksi ke ranah pidana justru menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pelaku industri konstruksi.


"UU Jasa Konstruksi sejatinya lahir untuk memberikan perlindungan hukum yang berimbang antara pengguna dan penyedia jasa. Namun, dalam praktiknya, masih banyak kasus yang diproses menggunakan pendekatan pidana, meskipun hubungan hukum yang terjadi adalah hubungan keperdataan yang diikat dalam kontrak," ujar Dr. Herman.

Kegagalan Bangunan dan Ranah Perdata
Dr. Herman menjelaskan, kegagalan bangunan sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 1 Ayat (10) UU No. 2 Tahun 2017 adalah keruntuhan atau tidak berfungsinya bangunan setelah penyerahan akhir hasil konstruksi. Pasal 65 mengatur bahwa tanggung jawab atas kegagalan bangunan menjadi kewajiban penyedia jasa dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

"UU ini secara tegas mengatur bahwa kegagalan bangunan adalah persoalan administratif dan perdata, kecuali jika melibatkan hilangnya nyawa atau ada unsur korupsi yang terbukti secara hukum," tambahnya.

Dalam menangani kegagalan bangunan, UU mewajibkan adanya keterlibatan tim ahli untuk menilai penyebab kegagalan secara objektif. Namun, Dr. Herman mengingatkan pentingnya kredibilitas tim ahli dalam menjalankan tugasnya.

"Penilai ahli harus berpegang teguh pada keahlian dan kode etik profesionalnya, bukan menjadi ahli pesanan. Penilaian yang bias hanya akan memperkeruh persoalan dan mengaburkan keadilan," tegasnya.

Mindset APH yang Perlu Diubah
Dr. Herman juga menyoroti kebiasaan APH yang menggunakan jargon "kerugian negara" dalam setiap kasus jasa konstruksi. Menurutnya, tidak semua kerugian negara dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

"Unsur kerugian negara dalam hukum korupsi harus memenuhi syarat melawan hukum, baik secara actus reus maupun mens rea. Jika tidak ada unsur kesengajaan, maka tidak semestinya kasus ini masuk ranah pidana," jelas Dr. Herman.

Ia menegaskan, semua sengketa konstruksi seharusnya merujuk pada kontrak sebagai dasar hubungan hukum. Penyelesaian sengketa harus dilakukan melalui mekanisme hukum privat, seperti mediasi atau arbitrase, bukan melalui peradilan pidana.

Dengan adanya UU No. 2 Tahun 2017 yang bersifat lex specialis, Dr. Herman mengimbau agar APH meningkatkan pemahaman terhadap substansi hukum jasa konstruksi. "Mindset yang keliru akan merugikan banyak pihak, termasuk pemerintah sebagai pengguna jasa. UU ini hadir untuk menciptakan keadilan, bukan untuk menambah ketidakpastian hukum," tutupnya.

Sumber : Dr.Herman Hofi Law
Red/ Gugun
×
Berita Terbaru Update