Alasannews.com || Jakarta, 22 Desember 2024 – Polemik mengenai kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen kembali mencuat setelah beberapa pihak, termasuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan tersebut. Namun, penting untuk diingat bahwa kebijakan ini berakar pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Tahun 2021 yang diprakarsai oleh PDIP sendiri.
Dalam catatan pembahasan RUU HPP, pimpinan Panitia Kerja (Panja) RUU ini adalah kader PDIP, menegaskan bahwa fraksi ini memegang peran kunci dalam pengesahan aturan tersebut. Kebijakan tersebut menetapkan secara bertahap kenaikan tarif PPN hingga mencapai 12 persen, sebagai bagian dari upaya pemerintah kala itu untuk meningkatkan penerimaan negara.
Kini, di bawah Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, kebijakan ini harus diimplementasikan. Namun, demi kepentingan rakyat, Presiden Prabowo memilih langkah berbeda. Kenaikan PPN hanya diberlakukan pada sektor barang mewah, tanpa membebani masyarakat kecil.
Langkah ini, menurut pengamat ekonomi politik, adalah upaya nyata untuk menghadirkan keadilan dalam pelaksanaan aturan yang sudah ada. Pemerintahan Prabowo memahami dampak ekonomi pada masyarakat, terutama pascapandemi, dan memutuskan untuk memfokuskan kenaikan pada sektor yang tidak menyentuh kebutuhan dasar rakyat.
"Presiden Prabowo menunjukkan keberpihakan pada rakyat dengan tidak menaikkan PPN pada barang kebutuhan pokok. Justru ini bentuk adaptasi terhadap regulasi yang diwariskan," ujar Agus, Ketua Bappilu Gerindra Kabupaten Kubu Raya.
Yuliansyah, anggota DPR RI Komisi V dari Fraksi Partai Gerindra, menambahkan bahwa kebijakan ini merupakan langkah kompromi yang bijak. "Dengan menaikkan PPN hanya pada barang mewah, Pemerintah Prabowo berusaha menjaga daya beli masyarakat kecil sambil tetap memenuhi kewajiban aturan yang diwariskan oleh pemerintahan sebelumnya," jelas Yuliansyah.
Pencitraan atau kepentingan rakyat?
Sementara itu, sikap PDIP yang kini mengkritik kenaikan PPN dinilai sebagian pihak sebagai langkah politis untuk pencitraan. Pertanyaannya, apakah ini benar-benar demi kepentingan rakyat?
"Fakta bahwa PDIP adalah inisiator kenaikan tarif PPN dalam Undang-Undang HPP harus diakui. Kini, mengkritik kebijakan yang mereka rumuskan sendiri terlihat lebih sebagai strategi politik daripada perjuangan untuk rakyat," ujar Yuliansyah.
Penting bagi masyarakat untuk memahami konteks sejarah kebijakan ini. Kenaikan PPN adalah konsekuensi dari regulasi yang sudah ada, dan Pemerintahan Prabowo berupaya menjalankannya dengan cara yang paling adil.
Masyarakat kini memiliki tugas untuk bijak dalam menilai mana kepentingan politik, dan mana kebijakan yang benar-benar berpihak pada kebutuhan rakyat.
(Tim Liputan)
Redaksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar