Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Dua Kali Gagal : Proyek Jembatan Girder Sungai Tapah, CV.Pilar Cahaya Abadi Terancam Diblacklist!

11/08/2024 | 12:43 WIB | 0 Views Last Updated 2024-11-09T02:43:52Z


Ketapang, Alasannews.com – Proyek pembangunan Jembatan Girder Sungai Tapah di Desa Pesaguan Kanan, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, kembali terhenti tanpa kejelasan. Dengan alokasi anggaran sebesar Rp5 miliar pada APBD 2023 dan tambahan Rp3 miliar pada APBD 2024, proyek ini dikerjakan oleh CV. Pilar Cahaya Abadi yang kembali gagal menyelesaikan proyek pada batas waktu yang ditentukan. Kondisi ini memicu permintaan dari publik agar dilakukan audit menyeluruh oleh Aparat Penegak Hukum (APH) terhadap Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Ketapang, terutama pada Bidang Bina Marga yang mengawasi proyek ini.

Masalah berulang pada proyek ini dianggap sebagai bentuk pelanggaran hukum atas pengelolaan dana publik yang diamanatkan melalui APBD, khususnya terkait UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 35 yang mewajibkan setiap pelaksana anggaran negara mengelola dan mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran secara efisien dan efektif. Kegagalan berturut-turut proyek ini menandakan kurangnya pengawasan dan tanggung jawab dari pihak terkait, yang dapat merugikan keuangan negara.

Salah satu warga Desa Pesaguan Kanan menyampaikan bahwa pihak kontraktor tidak pernah meminta izin kepada pemerintahan desa atau perusahaan kelapa sawit PT. Prana, yang jalan utamanya digunakan sebagai akses proyek. "Sejak awal hingga sekarang, tidak ada koordinasi dengan desa atau PT. Prana, sehingga sangat mengganggu aktivitas warga dan perusahaan," ujar sumber yang enggan disebutkan namanya.

Dalam konteks ini, pihak DPUTR Ketapang dapat terindikasi melanggar UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 10 Ayat 2, yang mengatur tentang kewajiban pejabat publik untuk mencegah kerugian negara akibat keputusan atau tindakan yang diambil. Tidak adanya tindakan tegas terhadap pelaksana proyek yang gagal dalam dua tahun berturut-turut dapat dipandang sebagai kelalaian.

Proyek ini diduga tidak hanya mangkrak, tetapi juga berpotensi menjadi bagian dari praktik kolusi antara kontraktor dan pejabat terkait. Kondisi ini bertentangan dengan UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terutama Pasal 2 yang menyebutkan bahwa tindakan yang merugikan keuangan negara akibat persekongkolan dapat dipidana. Dugaan kolusi yang melibatkan DPUTR Ketapang dan CV. Pilar Cahaya Abadi berpotensi untuk diusut lebih lanjut oleh pihak Tipikor Polres Ketapang atau Tipikor Polda Kalbar.

Penundaan proyek ini telah berdampak pada ekonomi lokal dan menghambat kegiatan perusahaan perkebunan di wilayah tersebut. Ramses, pemilik quarry tanah uruk galian C yang memasok material ke proyek, menyebutkan bahwa ia mengalami kerugian Rp650 juta akibat belum adanya pembayaran dari kontraktor. “Kami mengalami kerugian Rp50 juta per bulan akibat biaya sewa alat berat yang telah beroperasi tanpa dibayar oleh kontraktor,” ungkap Ramses.

Ketua PPTK DPUTR Ketapang Bidang Bina Marga berkomentar, “Jika izin akses jalan bisa diselesaikan, proyek ini akan segera dilanjutkan.” Pernyataan ini, bagaimanapun, dianggap tidak memberikan kepastian mengingat belum adanya jaminan tegas dari kontraktor mengenai kelanjutan proyek.

Uti, warga Desa Pesaguan Kanan, menyoroti ketidaksepakatan yang terjadi antara kontraktor dan pihak desa. “Proyek ini sudah menjadi konflik sejak lama. Tidak adanya koordinasi memperburuk hubungan dengan masyarakat setempat dan mengganggu aktivitas,” katanya.

Kasus mangkraknya Jembatan Girder Sungai Tapah yang menelan anggaran miliaran Rupiah tanpa hasil signifikan ini memunculkan desakan agar pihak berwenang segera melakukan audit mendalam. Dinas DPUTR Ketapang diharapkan segera melakukan evaluasi terhadap kontraktor terkait, serta mempertimbangkan blacklist sesuai dengan ketentuan Peraturan LKPP No. 9 Tahun 2018 tentang Sanksi Daftar Hitam dalam Pengadaan Barang dan Jasa.

Pelanggaran UU yang terkait serta potensi kerugian negara dalam proyek ini menuntut langkah tegas dari aparat penegak hukum, guna memastikan penggunaan anggaran yang transparan, akuntabel, dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.(tg)


Sumber : Tim -Liputan
Redaksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update