SAMBAS, Alasannews.com – Tindakan seorang oknum satpam di SMKN 2 Pemangkat menjadi sorotan setelah viral di berbagai media online, baik lokal maupun nasional. Oknum tersebut diduga melarang wartawan yang hendak melakukan konfirmasi dan liputan terkait proyek pembangunan gedung sekolah yang didanai Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Provinsi Kalbar. Munculnya dugaan penyimpangan dalam mutu dan kualitas material pembangunan tersebut menjadi perhatian warga sekitar dan para jurnalis.
Menanggapi sikap semena-mena oknum satpam yang menghalangi kerja awak media, Ketua DPD Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWO-I) Kabupaten Sambas, Revie Achary, mengambil langkah hukum dengan resmi melaporkan kejadian ini ke Polres Sambas pada Senin, 7 Oktober 2024.
Dalam keterangannya kepada sejumlah media, Revie menjelaskan bahwa laporan tersebut didasarkan pada Undang-Undang Pers (UU Pers), khususnya Pasal 18 ayat (1) UU Pers yang menyebutkan bahwa menghalangi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya dapat dikenakan pidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp 500 juta.
“Kami telah resmi melaporkan kejadian ini ke Polres Sambas. Laporan kami diterima langsung oleh Kasat Reskrim Polres Sambas, AKP Rahmad Kartono beserta tim Reskrim,” tutur Revie.
Revie menambahkan bahwa laporan yang diajukan didukung dengan bukti-bukti otentik, termasuk keterangan empat wartawan yang dilarang meliput oleh oknum satpam SMKN 2 Pemangkat. Laporan tersebut disertai dengan dokumentasi lisan dan tertulis, foto-foto, serta Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta kliping dari puluhan media yang tergabung dalam organisasi IWO-Indonesia.
Kronologi kejadian,Pada Senin, 30 September 2024, Revie Achary bersama tiga rekan jurnalis dari media *Kalimantan Post,News Investigasi, GBTV Indonesia dan Ungkap Fakta, yaitu Julian, Agus, dan Jojon, mendatangi lokasi proyek pembangunan SMKN 2 di Pemangkat. Saat tiba di lokasi, mereka berniat mengonfirmasi dan mewawancarai pihak terkait mengenai ketidakhadiran papan informasi proyek.
Namun, saat itu, seorang satpam berinisial SD dengan gaya arogan melarang mereka meliput dan menyatakan bahwa media dilarang masuk untuk meliput proyek tersebut. Satpam tersebut menyampaikan larangannya dengan nada tinggi, menunjukkan sikap yang tidak profesional dan melanggar hukum.
Revie menegaskan bahwa tindakan oknum satpam tersebut merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang menjamin hak warga negara untuk mendapatkan informasi publik. “Perbuatan ini merupakan tindakan melawan hukum karena aktivitas jurnalistik kami dilindungi undang-undang,” tegas Revie.
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) mengatur bahwa informasi publik harus disediakan dan dilayani dengan cepat dan tepat waktu, serta dengan biaya ringan. Selain itu, badan publik juga wajib menyediakan informasi secara transparan, kecuali ada pengecualian yang jelas.
Selain UU KIP, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers juga mengatur hak dan kewajiban pers dalam pemberitaan. Pers diwajibkan memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma agama, kesusilaan, dan asas praduga tak bersalah. Selain itu, pers juga berhak mendapatkan hak jawab dan koreksi atas informasi yang dianggap merugikan.
Revie berharap Polres Sambas melalui Kasat Reskrim segera memberikan atensi terhadap laporan ini dan memberikan efek jera kepada oknum satpam SD atas tindakannya tersebut.
Pewarta: JN/98
Sumber:Ketua DPD IWO Indonesia Kabupaten Sambas, Revie Achary.
Editor / Gugun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar