BENGKAYANG, Alasannews.com - Beberapa hari terakhir, aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di Kabupaten Bengkayang dan Kota Singkawang menjadi sorotan setelah viral di berbagai media cetak dan online, baik lokal maupun nasional. Pelaku yang diduga kuat adalah seorang pengusaha tambang berinisial ALY Cs, yang telah lama dikenal sebagai 'cukong PETI' di Kalimantan Barat. Meski laporan dan temuan terkait aktivitas ilegal ini telah tersebar luas, aparat penegak hukum (APH) di Kalbar masih belum terlihat mengambil tindakan tegas.
Aktivitas PETI ini dilaporkan terjadi di beberapa kecamatan, antara lain Monterado, Capkala, dan Sungai Raya Kepulauan di Kabupaten Bengkayang, serta di Sagatani, Kecamatan Singkawang Selatan. Berdasarkan hasil investigasi tim gabungan media, ALY Cs, yang beralamat di Desa Gua Boma, Kecamatan Monterado, memanfaatkan alat berat seperti ekskavator, mesin sedot Fuso, dan mesin jenis dompeng dalam skala besar di berbagai titik.
Kimson, seorang saksi mata yang ditemui di lokasi PETI, menjelaskan bahwa ALY Cs mengoperasikan tambang ilegal dengan menggunakan 10 unit mesin sedot Fuso dan 5 unit ekskavator, yang tersebar di area strategis seperti Danau Sarntangan (lokasi JJN), lokasi SK (IPU), dan beberapa titik lainnya di Desa Gua Boma. "ALY Cs memiliki banyak lokasi tambang dengan alat berat dan mesin besar," ujarnya.
Meski informasi dan temuan tersebut sudah viral di media, termasuk media nasional, baik Polres Bengkayang, Polres Singkawang, maupun aparat lain yang berwenang terlihat tidak melakukan tindakan apa pun. Publik pun mempertanyakan hal ini, mengapa ALY Cs yang dikenal sebagai cukong besar di daerah tersebut seolah kebal hukum dan dapat beroperasi tanpa hambatan.
Salah satu sumber lainnya, Abdul Muin warga setempat yang bekerja di lokasi tambang PETI milik ALY Cs, mengungkapkan bahwa tambang tersebut dilindungi oleh oknum aparat. "Bos besar kami, ALY Cs, banyak yang membeking, termasuk oknum aparat. Itulah sebabnya tidak pernah ada razia di sini. Aman-aman saja, mungkin setoran mereka besar," ungkapnya kepada tim investigasi.
Menurut Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan, aktivitas penambangan tanpa izin diancam dengan hukuman pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp100 miliar. Selain hukuman pokok, pelaku juga bisa dikenakan pidana tambahan seperti perampasan alat-alat yang digunakan dan keuntungan yang diperoleh dari hasil tambang ilegal.
Praktik PETI juga berisiko tinggi bagi lingkungan. Aktivitas ini dapat menyebabkan kerusakan parah seperti tanah yang menjadi labil, meningkatkan risiko longsor, serta lubang tambang yang tidak ditimbun kembali dapat memicu banjir saat hujan lebat. Penyelundupan BBM jenis solar subsidi juga menjadi salah satu kejahatan terkait dalam aktivitas PETI, di mana cukong PETI sering kali berkolaborasi dengan mafia BBM.
Dengan semakin meluasnya pemberitaan dan bukti-bukti yang dikumpulkan, publik mendesak Kapolda Kalimantan Barat untuk menindaklanjuti dan menepati janji yang pernah disampaikan terkait pemberantasan tambang ilegal, seperti yang telah dilakukan di Sintang. Selain itu, masyarakat juga berharap agar temuan ini dapat dijadikan atensi oleh Kapolri dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta.
Hingga berita ini diterbitkan, tim investigasi belum berhasil mendapatkan tanggapan resmi dari pihak ALY Cs. Upaya konfirmasi kepada aparat terkait di Bengkayang, Singkawang, serta Provinsi Kalbar juga belum mendapatkan jawaban. Tim investigasi berkomitmen untuk terus mengumpulkan bukti dan memperdalam informasi di lapangan dengan melibatkan saksi-saksi serta masyarakat sekitar lokasi PETI.
Dalam pemberitaan selanjutnya, tim investigasi mata elang awak media akan mencoba mengungkap lebih detail tentang struktur jaringan ALY Cs, modus penyelundupan alat berat, hingga dugaan aliran dana setoran yang diduga mengalir ke oknum aparat. Langkah ini penting untuk mengungkap fakta-fakta yang tersembunyi dan memastikan transparansi dalam proses hukum.
Publik menantikan tindakan nyata dari pihak terkait. Jika tidak segera ditindaklanjuti, kasus ini bisa menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Kalbar dan menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan dan menindak tegas kejahatan lingkungan.
Berita selanjutnya bersambung…
Sumber : Tim Investigasi Awak media.
Redaksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar