Pontianak , Alasannews.com – Masyarakat Kota Pontianak dihebohkan oleh kebijakan baru yang diterapkan Pemerintah Kota (Pemkot) terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SD. Berdasarkan Surat Edaran Penjabat (Pj) Wali Kota, salah satu syarat penerimaan siswa baru adalah harus lulus dari TK atau PAUD. Ketentuan ini, meski tertulis "jika ada," di dalam surat edaran, diinterpretasikan oleh Dinas Pendidikan kota dalam aplikasi pendaftaran PPDB sebagai syarat mutlak, yang menyebabkan anak-anak yang tidak melalui TK atau PAUD otomatis ditolak.(3/7).
Kesalahan dalam menerjemahkan Surat Edaran Pj. Wali Kota oleh Dinas Pendidikan Kota menjadi akar permasalahan. Aplikasi pendaftaran online yang digunakan masyarakat secara otomatis menolak pendaftaran anak-anak yang tidak memiliki riwayat pendidikan TK atau PAUD, meski sebenarnya syarat tersebut bersifat opsional. Hal ini menimbulkan kegaduhan di kalangan orang tua yang merasa hak pendidikan anak-anak mereka terhalang oleh kebijakan yang tidak sesuai dengan semangat program wajib belajar.
Selain itu, sistem zonasi yang diterapkan juga menambah kebingungan. Beberapa anak yang tinggal lebih dekat dengan sekolah justru tidak diterima, sementara anak yang tinggal lebih jauh diterima. Ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat tentang keadilan dan efektivitas dari kebijakan zonasi yang seharusnya mempermudah akses pendidikan bagi semua anak.
Pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam menyediakan akses pendidikan yang merata bagi semua warganya. Program wajib belajar 9 hingga 12 tahun adalah bentuk realisasi dari amanah konstitusi. Namun, kebijakan yang diterapkan Pemkot Pontianak terlihat bertentangan dengan semangat wajib belajar, yang seharusnya mempermudah, bukan mempersulit, akses pendidikan bagi anak-anak.
Reaksi keras datang dari masyarakat dan LSM pendidikan. "Borneo Education Care, Herman Hofi,"menyatakan siap mendampingi masyarakat dalam memperjuangkan hak pendidikan anak-anak mereka. Mereka menegaskan bahwa setiap anak berhak diterima di sekolah selama memenuhi persyaratan administrasi yang ditetapkan, seperti usia minimal dan zonasi yang tepat. Tidak dibenarkan adanya syarat tambahan yang menghalangi hak anak untuk mendapatkan pendidikan."Tutur Herman Hofi Munawar.
Masih katanya,"Pemkot harus memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan tidak menghalangi akses pendidikan bagi anak-anak. Pendidikan adalah hak setiap anak, dan kebijakan yang diskriminatif hanya akan mencederai prinsip kesetaraan dan inklusi dalam pendidikan. Semua anak, tanpa memandang latar belakang pendidikan awal mereka, berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan dasar."Jelasnya.
"Kebijakan PPDB yang semrawut di Kota Pontianak menyoroti pentingnya komunikasi yang jelas dan implementasi yang tepat dari setiap kebijakan pendidikan. Pemerintah harus segera mengevaluasi dan memperbaiki kebijakan ini agar tidak ada lagi anak yang terhalang mendapatkan hak pendidikan mereka. Pendidikan adalah hak fundamental, dan tugas pemerintah adalah memastikan hak ini terjamin bagi setiap anak."Terang Herman Hofi.
Di sisi lain PJ Walikota Kota Pontianak saat dikonfirmasi melalui WhatsApp messenger menjelaskan, Penerimaan siswa baru sudah diatur dengan keputusan walikota seperti tersebut, siswa yang daftar tidak melampirkan sertifikat/surat keterangan lulus paud tetap diterima,"katanya.
"Cuman memang harus diprioritaskan yang paling memenuhi syarat, misalnya ada calon siswa berusia 7 Tahun nol bulan,tapi tak punya surat Paud,dan ada siswa kurang 7 Tahun tapi lulus paud,Namun jarak rumah ke sekolah sama(bertetangga)maka yang diterima yang usia 7 Tahun pas, karena masuk usia wajib belajar,"tambahnya.
Lanjutnya,"kalau kejadiannya hanya 1 sekolah, tidak bisa dikatakan sistem penerimaan siswa di kota Pontianak bermasalah, persyaratan PPDB tahun ini pun masih sama dengan persyaratan PPDB tahun lalu,"Tutup PJ Walikota Pontianak.
Red/Gugun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar