Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Prespektif Politik: Kapasitas Dan Isi Tas Akankah Jadi Bagian Penentu Kontestasi Politik Demokrasi Pilkada Gubernur Sulteng 2024?

5/15/2024 | 11:59 WIB | 0 Views Last Updated 2024-05-15T04:59:48Z

 



Catatan: Elkana Lengkong


Meskipun kontestasi pesta demokrasi politik Pilkada Gubernur Sulteng tahun 2024 voting day 27 November, namun tensi politik didaerah julukan seribu megalit ini mulai tinggi. Muncul pertanyaan akankah pasangan figur hanya dua pasang seperti di kontestasi Pilkada Gubernur tahun 2020? Karena dugaan selain kapasitas juga isi tas.


Saya begitu tertarik membaca sebuah tulisan Dr Hasanuddin Atjo MP edisi15 Agustus 2020 koran online Kaili Post yang mengulas masalah politiik dengan judul "Pilgub Sulteng Tahun 2020 Terkesan Kesulitan Menetapkan Figur" Judul tulisan ini masih sangat relevan di Pilkada tahun 2024


Kontestasi politik Pilkada, Gubernur Sulteng lewat tulisan Dr Hasanuddin Atjo MP mengulas berdasarkan Data Pilkada Sulteng ada kecenderungan jumlah kandidat yang ikut berkontestasi semakin menurun akibat ada dugaan sejumlah orang menilai mahalnya cost atau mahar politik, dan ditambah biaya kampanye serta biaya lainnya yang semakin tinggi menjadi salah satu sebab berkurangnya peserta yang tertarik dan lolos sebagai peserta Pilkada. 


Situasi, kondisi seperti ini tentunya bisa menjadi preseden buruk bagi perkembangan berdemokrasi dan keterbukaan di Sulteng. 


Pertama, bagi warga negara yang memiliki “kualitas, integritas dan tentunya juga isi tas” tidak lagi tertarik ikut berkontestasi. Mereka ini lebih cenderung  mengedepankan pertimbangan rasionalitas, bukan emosional untuk sekedar terpilih dan berkuasa.


Kedua, figur yang akan  tampil semakin terbatas jumlahnya sehingga akan mengurangi pilihan masyarakat, dan dinilai berpotensi menurunkan tingkat partisipasi masyarakat dalam menyalurkan hak suaranya dan bermuara kepada menurunnya kualitas berdemokrasi. Padahal tujuan dari Pilkada langsung adalah meningkatkan kualitas demokrasi.


Ketiga, sulit diharapkan terjadinya perubahan yang signifikan karena masyarakat masih terperangkap dengan politik transaksional dan populeritas dari kandidat, sehingga kualitas dan integritas belum jadi sebuah kebutuhan. Sementara daerah ini membutuhkan pemimpin yang mampu membawa keluari dari sejumlah masalah yang dihadapi antara lain kapasitas fiskal kategori sangat rendah, mendekati 90 persen bergantung kepada APBN, serta angka kemiskinan, ketimpangan dan stunting yang masih tinggi di atas rata-rata nasional.


Tulisan ini bagi saya cukup menarik dengan pertanyaan akankah di Pilkada Gubernur Sulteng tahun 2024 bisa merekrut pasangan kandidat calon lebih dari dua pasang? Sebab ada sejumlah nama politisi daerah ini yang akan ikut berkontestasi yakni ada nama calon H Rusdi Mastura (petahana), Ahmad Ali, Anwar Hafid, Hidayat Lamakarate, M Irwan Lapatta. 


Ataukah nantinya Pilkada Gubernur Sulteng hanya kembali seperti Pilkada tahun 2020  merekrut calon gubernur dua pasang yakni Ahmad Ali -Abdul Karim Aldjufri  dan Anwar Hafid- Renny Lamadjido. 


Dari prespektif politik bisa saja ada salah satu kandidat pasangan calon gubernur Sulteng yang nantinya peroleh dukungan sejumlah partai koalisi di DPRD Sulteng guna memenuhi syarat 20% Namun dengan memperoleh dukungan  partai kolasi cukup banyak ada kesan secara politis benarkah ini sebuah bentuk menjegal lawan politik calon gubernur lain agar tak bisa ikut kontestasi di Pilgub?.


Seperti dikatakan Anwar Hafid politisi  Ketua DPD Partai Demokrat Sulteng yang juga salah satu kandidat calon di Pilkada Gubernur Sulteng 2024 merasa prihatin  jika benar adanya isu dijegal jadi Cagub, dan itu menurutnya merupakan cara kuno


“Sudah kuno itu kalau masih ada yang menggunakan cara-cara jegal menjegal,” kata Anwar Hafid mengutip koran online KabarSelebes.id, Kamis (11/4/2024) malam.


Politis Partai Demokrat itu, pernah gagal maju sebagai cagub di Pilkada Sulteng 2020 hanya karena tidak mendapat dukungan partai koalisi yang saat itu mayoritas partai dikuasai oleh pasangan Rusdy Mastura – Ma’mun Amir. Koalisi pasangan ini paling gemuk. Sementara sisa partai pengusung lainnya, telah memberi dukungan ke pasangan Hidayat Lamakarate - Bartolomeus Tandigala.


Tulisan itu merinci bahwa di tahun 2006 kandidat yang ikut berkontestasi di Pilkada Gubernur Sulteng mencapai 4 pasang. Di Pilkada 2011 meningkat menjadi 5 pasang. Ini memberikan indikasi tumbuhnya demokrasi. 


Selanjutnya di Pilkada 2016 anjlok menjadi 2 pasang. Dan di pilkada di tahun 2020 diprediksi saat itu oleh sejumlah kalangan maksimal 2 pasanng dan itu benar terjadi yang tampil pasangan H Rusdi Mastura - Msmun Amir dan Hidayat Lamakaraten- Bartho Tandigala dimenangkan pasangan H Rusdi Mastura-Mamun Amir.


Selanjutnya dalam tulisan itu  Pilkada di 2024 diharapkan ada perubahan paradigma pemilik hak usung dan pemilik hak suara agar kedepankan pertimbangan kualitas maupun integritas, mengingat tahun 2028 kita menghadapi bonus demografi yang sangat kental dengan nuansa digitalisasi, industri 4.0.


Mahalnya cost atau mahar politik di sejumlah Pilkada, telah menjadi perhatian Mendagri Tito Karnivian. Dalam satu kesempatan mendagri mengatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian untuk menjadi bupati membutuhkan cost sampai dengan Rp30 Milyar, kemudian gubernur costnya bisa mencapai Rp100 Milyar, bergantung kondisi daerahnya. Sementara itu pendapatan resmi seorang bupati Maksimal 2,4 miliar per tahun. Kalau seperti itu bagaimana cara mengembalikan biaya Pilkada itu. 


Bila paradigma hak usung belum berubah, maka peran masyarakat untuk mendukung calon dari jalur independen menjadi satu alternatif penting dan strategis. Kita berharap Pilkada di Sulteng tahun 2024 bisa menjadi momentum untuk menuju kepada Pilkada yang berkualitas.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update