Notification

×

Iklan

 


Iklan

 


Indeks Berita

Tag Terpopuler

People Power Versus Upil Power (Catatan Pasca Pemilu 2024)4) 29 Maret 2024

3/29/2024 | 06:18 WIB | 0 Views Last Updated 2024-03-28T23:18:35Z

 

Dari diskusi tertutup di grup WAG teman teman dosen UNTAD, seorang sahabat akademisi yang juga mantan Komisioner Penyelenggara Pemilu di SulTeng sempat menyinggung dan mengatakan "Kekuasaan itu memang mempesona (fascinosum) dan menggetarkan (tremendum). 


Sahabat itu melanjutkan dengan sepotong kutipan sebagai berikut "Nikmatnya berada dalam kekuasaan membuat penguasa dan atau orang-orang yang berada dilingkaran kekuasaan berusaha mempertahankan kekuasaan dan memperluas kekuasaannya selama mungkin (Niccolo Machiavelli)".


Di negara dengan sistem Monarki Absolut seperti di Kerajaan Saudi Arabi (KSA) dan Kesultanan Brunei serta di negara dengan Sistem Totalitarian Komunis seperti Korea Utara, kekuasaan itu mutlak diwarisi secara turun temurun melalui antrian garis keturunan dan meknisme Crown Prince semacam Putra Mahkota/Putri Mahkota.


Tapi di negara Monarki Konstitusi dan di negara Demokrasi kekuasaan harus diwarisi dan dikontetasikan melalui Demokrasi Elektoral (Prosedural) yang disebut Pemilu walaupun tentu incumbent pasti sering dicurigai punya kecenderungan ingin mempertahankan kekuasaan dengan cara membangun dinasti politik.


Kepala Pemerintahan yang berkuasa dianggap punya akses kekuasaan dan sering dicurigai bisa mengintervensi jalannya Pemilu atau PILPRES. 


Namun, harus disadari bahwa kondisi saat ini tentu telah berbeda jauh jika dibandingkan dengan Era Orde Baru di mana saat itu penyelenggara Pemilu masih di bawa kordinasi dan kendali langsung dari Departemen Dalam Negeri (Kementrian Dalam Negeri).


Sebaliknya di Era reformasi seperti saat ini penyelenggara Pemilu/Pilpres adalah KPU dan Bawaslu, Lemabaga Independen yang imparsial. 


Pembentukan Lembaga Penyelenggara Pemilu dan pemilihan komisioner penyelenggara pemilu dilaksanakan secara transparant dan demokratis juga secara independen melibatkan akses kekuasaan parlemen dan parpol. Juga terbentuk Dewan Pengawas Penyelenggara Pemilu.


Gambaran Pilpres Indonesia tahun 2024 mirip sekali dengan Pilpres Filipina tahun 2023 yang dimenangkan oleh figur capres yang hampir sama latar belakang keluarga. 


Cuman di Filipina Presiden terpilih anak kandung mediang mantan Presiden Marcos yaitu Bombom Marcos yang berpasangan dengan wakilnya Sarah Duterte, Walikota Manila, Putri mantan Presiden Duterte. 


Di Indonesia yang terpilih mantan anak mantu Presiden Soeharto yang berpasangan dengan anak Presiden RI ke 7 yang  juga merupakan Walikota Solo.


Kedua orang tua Capres adalah mantan Presiden yang berkuasa 32 tahun (Soeharto) dan Marcos berkuasa 25 tahun. Sejumlah media mainstream asing ternama mensinyalir kedua mantan kepala pemerintahan terlama di Asia Tenggara tersebut sebagai kepala pemerintahan terindikasi paling korup dan otoriter di zamannya.


Marcos dilengserkan melalui gerakan people power dan diusir dari istana Malacanang kemudia minta suaka politik di Amrika dan hidup di pengasingan di Hawaii hingga akhir hayatnya. 


Soeharto juga dilengserkan melalui gerakan people power yang dimotori mahasiswa dan aktivis NGO didukung oleh rakyat.


Tapi Almarhum Presiden Soeharto tetap berada di tanah air hingga akhir hayatnya.


Jokowi juga ingin dilengserkan oleh kelompok opisisi dengan cara mencopy cat seperti cara cara saat menjatuhkan Presiden Marcos dan Presiden Soeharto ada upaya menghasut dan memprovokasi rakyat dan pihak akademisi untuk melakukan gerakan people power tapi gagal karena yang terjadi hanya gerakan upil power (hanya sejumlah kecil) kalangan sivitas akademik dan masyarakat yang mau ikut gerakan upil power.


Berbagai upaya dilakukan termasuk dengan cara membuat dan menyebarkan film dokumenter Dirty Vote yang menggambarkan dugaan adanya kecurangan PILPRES 2024 melalui intervensi kekuasaan. 


Salah satu tujuan untuk melengserkan kekuasaan Presiden Jokowi adalah agar semua kebijakan yang pernah dibuat bisa dianulir jika beliau lengser sebelum masa jabatannya berakhir.


Namun kenyataannya kelihatan justru terbalik dan melahan prestasi Jokowi menurut hasil survey jelang berakhirnya masa jabatanya justru tingkat kepercayaan masyarakat terus meningkat dan dibuktikan melalui survey approval rating mencapai hingga 80 % mengalahkan mantan presiden SBY yang hanya mencapai sekitar 60%.


Jokowi akan lengser ke prabon secara konstitusional setelah bulan Oktober 2024 setelah diberi mandat oleh rakyat untuk berkuasa selama dua priode. Kekuasaan beliau nanti akan dilanjutkan oleh capres dan cawapres yang terpilih secara konstitusional dan memiliki legalitas dan legitimasi 


Bangsa Indoneaia harus bersyukur karena sampai saat ini masih menikmati suasana tentram dan damai. 


Ada banyak negara yang hingga detik ini masih mengalami ketidakstabilan politik dan bahkan terus menderita karena telah terjadi konflik kekerasan dan perang saudara yang hampir tidak pernah berkesudahan akibat ambisi politik dan perebutan kekuasaan.


Bisa dibayangkan tragedi pasca Pilpres/Pemilu di beberapa negara di Afrika suasananya sering tidak aman bahkan insiden mengerikan kerap terjadi yang mana pendukung capres/cawapres kerap terlibat aksi konflik kekerasan bahkan hingga menimbulkan korban jiwa. Misalnya pasca diumumkan pasangan pemenang Pilpres yang terjadi bukan hanya protes di berbagai platform media sosial aksi demonstrasi tapi juga terlihat aksi turun ke jalan kejar-kejaran antara pendukung capres bahkan hingga terjadi kasus pembantaian dan berbagai aksi barbar lainnya.


Alhamdulillah sampai tahun 2024 Indonesia aman dan damai dan Insha Allah suasana kondusif seperti akan terus bertahan ....semoga...Amin ...YRA....


MM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update