Palu, alasannews.com- Pengamat Ekonomi Bisnis Untad Palu Dr Ahlis Djirimu Ph.D menyoroti tentang biaya perjalanan dinas yang mencapai Rp 203 Miliar atau sekitar 12 persen. Bukan hanya itu dimasa pandemi covid 19 setelah terkurung selama dua tahun untuk bepergian keluar negeri atas nama tugas negara, namun anehnya perjandis justru naik sebesar Rp 266 M atau 31 persen.Proporsinya mencapai 15 persen dari APBD dan ini tidak pernah teejadi dimasa pemerintahan sebelumnya.
"Yang lebih parah contoh terkait penyusunan laporan capaian kinerja dan ikhtisar realisasi kinerja SKPD Pemprov Sulteng sangat besar mencapai Rp 33 M. Namun, outputnya hanya dokumen, kertas" kata Dr M Ahlis Djirimu Ph.D kepada Alasannews.com Rabu (7/6/2023) lewat pesan WhatsApp.
Menurut Lektor Kepala Fekon Bisnis Universitas Tadulako itu terkait masalah APBD sudah berulang kali Pemprov Sulteng diberikan masukan untuk perbaikan baik dari DPRD Sulteng maupun Kemendagri seringkli tidak diindahkan. Untuk tujuan edukasi masyarakat perlu dibedakan istilah tehnis fiskal Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA).
"SILPA sebesar Rp769,14 M ini dimaknai sbb: pertama, berasal dari SiLPA yang benar terjadi miss management dalam tata kelola anggaran. Mengapa? karena pemerintah tidak paham, tidak tahu, tidak mencari tahu dan tidak belajar paradigma keuangan daerah sejak tahun 2017 Money Follow Prog, Prog follow Result" kata Dr Ahlis Djirimu Ph.D
Pemerintah kata Lektor Kepala Fekon Bisnis Untad Palu itu hanya tahu bagaimana membagi anggaran berdasarkan fungsi, bukan membagi berdasarkan program yang mendukung pecapaian 9 misi. Yang dijalankan sekarang adalah Money follow Function( MFF) yang telah usang dan ditinggalkan oleh pemerintahan Jokowi.
"Pembekakan SILPA ini, realita dari tahun ke tahun karena antara apa yang direncanakan dan yang dibelanjakan tidak sinkron sesuai Peraturan Pemerintah nomor 17 Thn 2017 tentang sinkroninisasi Perencanaan dan Penganggaran dalam pembangunan nasional" jelas Ahlis.
Dikatakan output belanja modal juga membengkak terutama komponen pembangunan/rehab gedung. Setiap kali terjadi mutasi dan promosi, para eselon 2 di tempat baru umumnya yang dilakukan pertama adalah rehab ruangan kadis/kaban.
"Bila anggarannya belum ada, maka mengambil dari anggaran bidang. Tentu anggaran pencapaian misi berkurang.Solusinya, pertama, Pemda dapat meminta Kemenkeu melakukan spending review. Implementasi money follow prog, prog follow result. Walaupun serapan tinggi, tapi belum tentu tepat sasaran dari sisi output, outcome, impact, mutu, tepat administrasi" ujar Ahlis Djirimu
Menurut Ahlis Djirimu sudah saatnya beralih dari Sistem Infornasi Manajemen Daerah (SIMDA) ke Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) yang isinya telah menjembatani Perencanaan dan Penganggaran melalui Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SiPD) dan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) sehingga dapat dideteksi dini ketidak sinkronan yang berujung pada "Kegagalan Merencanakan dan merencanakan kegagalan", Failing to Plan and Planning to Fail".
Terpisah Pengamat Kebijakan Publik Prof Dr Slamet Riadi Cante M.Si mengatakan hal yang penting perlu di cermati biaya perjalanan dinas, diperlukan standar dan persentase secara proporsional agar masing- masing OPD dapat menekan biaya perjalanan dinas yang tidak terlalu penting.
"Sekprov dapat melakukan asistensi terkait program dan pengangaran untuk masing - masing OPD, apakah program yang dicantumkan layak untuk dilaksanakan dan bisa mendapatkan pembiayaan. Sebab beberapa OPD cenderung persentase perjalanan dinas yang cukup besar ketimbang inovasi dan pelayanan terhadap masyarakat yang lebih baik" kata Guru Besar Fisipol Untad Palu itu kepada Alasannews.com Rabu (7/6/2023) lewat pesan WhatsApp
Pemimpin disetiap OPD harus visioner dan inovatif dalam menjalankan amanah terutama terkait realisasikan program sesuai anggaran yang ada agar idealnya penyerapan anggaran itu.
"Dengan dana anggaran APBD cukup besar tidak terserap untuk biayai sejumlah program yang ada di OPD, akan berdampak bagi kepentingan masyarakat. Harusnya pemimpin daerah lakukan evaluasi atas kinerja pemimpin OPD" kata Prof Dr Slamet Riadi Cante M.Si.***