alasannews, Jakarta - Ketua Umum Relawan Aliansi Masyarakat untuk Nawacita (Al Maun) M. Rafik Perkasa Alamsyah mendukung penyidikan dugaan kerugian keuangan negara akibat perbuatan tindak pidana korupsi dalam proses penjualan BBM non-tunai. Dimana ada penjualan antara anak perusahaan Pertamina dengan PT AKT pada tahun 2009-2012 sebesar Rp451,6 miliar.
"Kami Relawan Al Maun mendukung kinerja Tim Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri menggeledah kantor pusat PT Pertamina Patra Niaga (PPN) di Gedung Wisma Tugu Jalan Rasunan Said, Jakarta Selatan, Rabu (9/11/2022) kemarin. Hal ini dalam rangka menciptakan perusahaan BUMN Pertamina Holding yang berintegritas dan bersih KKN," kata M. Rafik Perkasa Alamsyah kepada media, Jumat (11/11/2022) di Jakarta.
Kata Rafik, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah kepemimpinan Erick Thohir selaku Menteri menjadi andalan dalam perolehan deviden atau keuntungan negara. Apalagi melalui Visi Akhlak Indonesia Emas 2045 seharusnya bisa menghasilkan keuntungan kepada negara, bukan malah di korupsi atau ada kebocoran ratusan milyar.
Bayangkan kata Rafik, Direktur Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) Bareskrim Polri Brigjen Pol Cahyono Wibowo melakukan penggeledahan dugaan tersebut dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi jual beli BBM non-tunai. Yang mana dilakukan PT PPN dengan PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) periode 2009-2012.
"Kami mendukung Direktur Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) Bareskrim Polri Brigjen Pol Cahyono Wibowo terus mengawal kasus tersebut sampai ke akar-akarnya. Diharapkan penggeledahan pencarian barang bukti atau alat bukti lain tersebut bisa mengungkap secara terang dugaan tindak pidana tersebut," tandas Rafik yang juga Ketua Umum DPP Ikatan Pemuda-Penudi Minang (IPPMI) ini.
Menurut Rafik dirinya mengapresiasi Bareskrim Polri yang sudah melakukan penggeledahan di tiga tempat sekaligus, yakni kantor pusat PT PPN, kantor PT PPN ruang informasi teknologi (IT) di Gedung Sopo Del Tower Jalan Mega Kuningan Barat, Jakarta Selatan, serta Kantor PT AKT di Menara Merdeka Jalan Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat.
"Kita berikan apresiasi kepada Dittpikor Bareskrim Polri yang melakukan penggeledahan yang dipimpin langsung oleh Cahyono Wibowo. Dimana Dittipikor Bareskrim Polri menurunkan tiga tim dalam penggeledahan tersebut. Sikat semua koruptor di tubuh Pertamina sampai ke akar-akarnya," kata Rafik dengan lantang.
Lanjut Rafik, semoga penggeledahan bisa mencari barang bukti dokumen terkait perkara. Dimana diantaranyw dokumen transaksi keuangan, bukti-bukti aliran transaksi keuangan, barang bukti elektronik terkait korespondensi para pihak. Selain itu barang bukti elektronik terkait transaksi jual beli BBM non-tunai dan transaksi pembayaran.
"Dittipidsiber Bareskrim Polri dan Puslabfor Polri terus semangat mengungkap kasus dugaan korupsi PT PPN ini. Semoga penanganan penyidikan bisa mendapatkan barang bukti elektronik dari hasil kegiatan penggeledahan," imbuh Rafik.
Untuk itu Rafik, meminta kepada Menteri BUMN Erick Thohir untuk mengganti atau bahkan memecat para direksi dan komisaris di Pertamina Holding yang memiliki raport merah. Dimana kedepannya tidak terjadi lagi kebocoran dan korupsi di lingkungan PT. Pertamina dan anak-anak perusahaannya.
"Kalau ada direksi dan komisaris yang tidak memiliki komitmen pada Visi Akhlak BUMN dicopot saja. Apalagi yang memiliki catatan adanya dugaan korupsi dan penyelewengan di perusahaan BUMN Pertamina Holding," pungkas Rafik.
Status Kasus PT PPN Ditingkatkan, Dari Penyelidikan Ditingkatkan ke Penyidikan
Sebelumnya, perkara PT PPN ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke tahap penyidikan pada Agustus lalu. Dalam perkara tersebut, penyidik menduga ada kerugian keuangan negara akibat dari perbuatan tindak pidana korupsi dalam proses penjualan BBM non-tunai antara anak perusahaan Pertamina itu dengan PT AKT pada tahun 2009-2012 sebesar Rp451,6 miliar.
Pihak Pertamina Patra Niaga mengatakan pihaknya menghormati proses hukum. "Pertamina selalu menghormati proses hukum yang berlaku," kata Direktur Utama PPN Alfian Nasution, Rabu (9/11) dilansir dari CNBC.
Kronologis singkat perkara itu pernah dirilis Kepala Divisi Humas (Kadivhumas) Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo pada Senin (22/8). Saat itu, Dedi menjelaskan pada periode 2009-2012 PT PPN melakukan perjanjian jual BBM non-tunai dengan PT AKT, yang ditandatangani oleh Direktur Pemasaran PT PPN dengan Direktur PT AKT.
Pelaksanaan kontrak tersebut ialah pada 2009-2010, terjadi transaksi jual beli BBM dengan volume 1.500 kiloliter (Kl) per bulan; kemudian pada 2010-2011 PT PPN menambah volume pengiriman menjadi 6.000 Kl per bulan (Addendum I). Selanjutnya, pada 2011-2012 PT PPN menaikkan volume menjadi 7.500 Kl per pemesanan (Addendum II).
Pada proses pelaksanaan perjanjian PT PPN dalam tahap pengeluaran BBM, Direktur Pemasaran PT PPN melanggar batas kewenangan atau otorisasi untuk penandatangan kontrak jual beli BBM yang nilainya di atas Rp50 miliar berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama PT Patra Niaga Nomor: 056/PN000.201/KPTS/2008 tanggal 11 Agustus 2008 tentang Pelimpahan Wewenang, Tanggung Jawab, Dan Otorisasi.
Kemudian, PT AKT tidak melakukan pembayaran sejak tanggal 14 Januari 2011 sampai 31 Juli 2012 dengan jumlah sebesar Rp19,7 miliar dan 4,73 juta dolar AS atau senilai Rp451,66 miliar.
"Tidak adanya jaminan berupa bank garansi atau SKBDN dalam proses penjualan BBM non-tunai, sehingga PT PPN mengalami kerugian pada saat PT AKT tidak melakukan pembayaran terhadap BBM yang telah diterimanya sejak tahun 2009 sampai dengan 2012," jelas Dedi.
Berdasarkan data rekonsiliasi verifikasi tagihan kreditur pada proses PKPU N0. 07/PDT.SUS-PKPU/2016/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 4 April 2016, BBM yang belum dibayar oleh PT AKT kepada PT PPN sebesar Rp. 451,6 miliar. Akuntansi utang piutang PT PPN diketahui berupa BBM jenis solar yang sudah terkirim ke PT AKT sejumlah 154.274.946 liter atau senilai Rp278,6 miliar atau 102,6 juta dolar AS.
"Berdasarkan hasil penyelidikan, terdapat dugaan penerimaan uang oleh pejabat PT PPN yang terlibat dalam proses perjanjian penjualan BBM non tunai antara PT PPN dengan PT AKT pada periode saat terjadinya proses penjualan BBM tersebut," ujar Dedi.
Saat ini Pertamina Holding banyak diterpa banyak dugaan kasus korupsi lainnya, yaitu PT PPN dilaporkan adanya dugaan korupsi di pengisian SPBE, untuk tabung 3 kg subsidi yang kadang cuma diisi 2,8 atau 2,9 kg. Dimana sisanya dijual lewat belakang atau dimasukan ke Elpiji Non Pso.
Selian itu, PT. Pertamina tengah melakukan investigasi info yang viral soal bocornya data 44 juta pengguna MyPertamina. Informasi itu sempat dibagikan hacker Bjorka melalui akun Twitter @bjorkapipa pada Kamis (10/11).
Dalam unggahannya, Bjorka yang sebelumnya pernah bobol data Badan Intelijen Negara (BIN), menyebut akan menjual data-data Pertamina seharga USD 25 ribu dalam bentuk BitCoin.
"Pertamina dan Telkom sedang melakukan investigasi bersama untuk memastikan keamanan data dan informasi terkait MyPertamina," kata Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Irto Ginting kepada kumparan, Jumat (11/11).
Irto menyebut investigasi sudah dilakukan sejak Kamis (10/11) dan masih berlangsung hingga saat ini. (red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar