Notification

×

Iklan

 


Iklan

 


Indeks Berita

Tag Terpopuler

Prof Made Antara: Petani selalu mendapat marjin terkecil, tengkulak beruntung?

12/10/2021 | 07:40 WIB | 0 Views Last Updated 2021-12-10T00:43:23Z



ALASANnews -- Sangat mencengangkan, ungkapan seorang guru besar bidang pertanian di Universitas Tadulako Palu, Sulawesi Tengah soal siapa peraih marjin besar petani atau tengkulak?


Menyimak paparan Prof Made Antara pada pertemuan Komisi Penyuluhan Pertanian Provinsi (Kp3) Sulawesi Tengah, 5-6 di Wisma Tani Palu, yang dipaparkan  pada judul materi "RANTAI NILAI (VALUE CHAIN) KOMODITI PERTANIAN.


Rantai nilai yang dijabarkan atau didevinisikan serangkaian kegiatan bisnis, yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghasilkan barang atau jasa.


Pada  bagian lain dijelaskan apa itu nilai tambah, yaitu perbedaan antara biaya yang dikeluarkan untuk membuat suatu produk dengam harga jualnya.


Dalam kaitan dimana posisi petani dalam rangkaian rantai nilai, Prof Made Antara, secara panjang lebar juga menjelaskan  mulai penyiapan suatu produk sampai memasarkan agar memiliki nilai tambah.


Digambarkan pula bagaimana strategi Rantai Nilai yang harus memiliki keunggulan bersaing, keunggulan biaya dan diferensiasi.


Keunggulan disini  bagaimana kemampuan suatu usaha untuk mendapatkan keuntungam atau laba, memilki daya saing, serta memahami perusabaham agau struktur pasar.


Demikian juga keunggulan dari segi biaya,  harga jual harus lebih murah untuk bisa memenangkan persaingan pasar.


Namun kata sang guru besar, sebuah penelitian mengungkapkan ssperti dilakukan pada petani gabah di Bantul, Jogyakarta:


Dari 13 pola rantai gabah, petani menempati urutan terkecil dalam perolehan marjin. Sementara marjin terbesar didapat oleh penggilingan padi yaitu bisa mencapai 46, 54 peren.


Petani? 


Dalam penelitian itu petani 50 persen tidak menikmati marjin pemasaran karena telah menjual gabahnya ke penebas.


Diungkap pula, rantai nilai agribisnis labu dimana yang terbesar mendapatkan adalah pedagang eceran dimana bisa mendapat marjin sampai Rp 4.850, tengkulak Rp 2.056,50 sedang petani hanya Rp 50,00.


Untuk itu Prof  Made menyarankan agar perlunya pendampingan pasar, petani harus ada skill untuk mengolah labu agar bisa meningkat nilai tambahnya.


Pemerintah membantu dalam pemasaran, tehnologi, dan peralatan. Kontrol pada petani yang mendapatkan bantuan.

Dengan begitu, petani tidak selalu berada pada posisi termajinalkan!!! Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update