ALASANnews.Bintan | Provinsi Kepulauan Riau, Ketua Umum PW Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia melengkapi dokumen berkas laporan Dana Jaminan Pengelolaan Lingkungan dan Dana Jaminan Reklamasi ( Jambrek ) pasca tambang di Kabupten Bintan Provinsi Kepulauan Riau, pada Senin 28 Desember 2021, sekali gus melakukan aksi damai didepan Gedung KPK RI agar memproses laporan tersebut, Selasa 29/12/2021.
"Perlengkapan dokumen laporan ini disarankan humas KPK RI agar bisa diproses, kerena beberapa laporan sebelumnya belum lengkap, "ujar Zainul Sofian, NST Ketua Umum PW SEMMI Kepri.
"Lebih lanjut Zainul Sofian menyampaikan, Penangkapan pejabat yang di targetkan KPK RI pada hari Selasa,Ketua PW SEMMI KEPRI masukan Berkas Tindak pidana korporasi Jambrek (Jaminan Reklamasi) dan Dana Jaminan Pengelolahan Lingkungan (DJPL) Kabupaten Bintan provinsi Kepulauan Riau."lanjutnya
"Sesuai kuasa hukum dari pengurus PW SEMMI Kepulauan Riau,masih pelajari kasus tindak Pidana korupsi dan KHUP Tindak pidana korupsi yang nantinya akan menjadi catatan dalam gerakan yang akan di lakukan Ketua Umum Sofian berserta jajaran di Kantor KPK RI," jelas Sofian.
"Bertepatan dengan target KPK RI, paska Aksi damai dari PW SEMMI KEPRI di klarifikasi degan Anggota KPK menyampaikan bahwa humas dan Tim Penyidikan KPK RI lagi ada target penangkapan di lapangan terkait tindakan pidana korporasi," ungkap Sofian.
"Aksi damai di sambut Anggota KPK RI degan baik dan menyampaikan,kalau ada pesan yang mau di sampaikan ke KPK RI silahkan,dan kalau ada kasus korupsi atau berkas yang mau di masukan kami persilahkan,"ujarnya.
Kalau mau mengecek surat yang terlapor silahkan datang dalam jangka waktu 3X24 jam ke KPK RI, untuk menindak lanjutkan sampai mana berkas di proses nya.
Kami,dari Pengurus Wilayah Serikat Mahasiswa Muslimim Indonesia Kepulauan Riau,Zainul Sofian NST Ketua Umum PW SEMMI KEPRI, Beralamat markas PW SEMMI KEPRI prum Buana Vista Indah 2 tahap 4 No 10 Blok C Kota Batam : 29442 Provinsi Kepulauan Riau.
Berdasarkan temuan BPK RI kami menemukan ada indikasi penyalagunaan dana jaminan reklamasi yang sangat tidak akurat sesuai No : 2.B/LBH/XVIII.TJO/06/2017 pada tanggal,26 Mei 2017,Zainul Sofian NST NIK: 1208171602920001 Beralamat markas PW SEMMI KEPRI prum Buana Vista Indah 2 tahap 4 No 10 Blok C Kota Batam : 29442 Provinsi Kepulauan Riau.
Dengan ini kami menyampaikan hal-hal sebagai berikut terkait perihal tersebut,
Berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen terkait surat izin usaha pertambangan (IUP) dan dokumen serah terima data dan dokumen ke provinsi yang di ketahui permasalahan sebagai berikut:
a) Dana Jaminan Pengelolaan Lingkungan (DJPL) pada 44 perusahaan pertambangan tidak di ketahui keberadaanya
b) Jumlah penarikan DJPL minimal sebesar Rp.21.661.714.063.00 oleh delapan perusahaan tidak dapat diyakini.
Dari hasil evaluasi tim supervisi laporan pemeriksaan atas sistem pengadilan intern:
a) Total dana DJPL terhimpun dari tahun 2008-2014 dari sumber galian bauksit sebesar Rp 205.050.000.000,- (Dua ratus lima milIar lima puluh juta rupiah)
b) Data ini diperoleh dari jumlah ekspor per-tahun dari tiap perusahaan dikali Rp 5000,- sesuai surat keputusan Bupati Bintan
c) Hasil Monitoring dana sisa yang tersimpan di Bank bestari bintan sebesar Rp 17.000.000.000,- dan bank PD perkreditan rakyat bintan sebesar Rp 20.000.000.000,-
d) Hasil evaluasi terdapat selisih yang belum dapat di pertanggungjawaban sebesar Rp 168.050.000.000,-
e) Data ini belum disinkronkan dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan RI
1.Keuangan Negara
Mengenai metode penghitungan kerugian negara merujuk pada Pasal 13 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Tanggung Jawab Keuangan Negara, bahwa pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.
Kemudian dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-undang Anti Korupsi), menyebutkan bahwa kerugian keuangan negara adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk. Melalui frasa “dapat” terlihat jelas bahwa Undang-Undang Anti Korupsi arahnya pada delik formil. Meskipun demikian, hal itu telah diubah konteksnya oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 25/PUU-XIV/2016 menjadi delik materiil. Sehingga kerugian keuangan negara mesti nyata-nyata terjadi (actual loss) sebagai akibat dari perbuatan pelaku.
2. Tindak Pidana Korupsi
Dalam Undang-Undang Anti Korupsi, tidak memberikan definisi yang jelas dan ketat mengenai pengertian korupsi. Peraturan a quo secara sistematis terdiri atas 7 Bab dan 43 pasal yang mengatur 30 perbuatan korupsi, secara garis besar dapat dibagi menjadi tujuh jenis. Pertama, korupsi yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara sebanyak 2 pasal. Kedua, korupsi yang berkaitan dengan suap menyuap sebanyak 12 pasal. Ketiga, korupsi yang berhubungan dengan penggelapan dalam jabatan sebanyak 5 pasal. Keempat, korupsi yang bertalian dengan pemerasan dalam jabatan sebanyak 3 pasal. Kelima, korupsi berupa perbuatan curang sebanyak 6 pasal. Keenam, korupsi yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa sebanyak 1 pasal. Ketujuh, korupsi yang disebut sebagai gratifikasi sebanyak 1 pasal.
3. Normatif tentang Izin Usaha Pertambangan
Berbicara mengenai izin usaha pertambangan, maka rujukan normatifnya ada pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Izin usaha pertambangan didefinisikan sebagai izin untuk melaksanakan usaha pertambangan (Pasal 1 butir 7). Secara sistematis pengaturan mengenai izin usaha pertambangan dapat dilihat pada Bab VII dengan titel izin usaha pertambangan, mulai dari Pasal 36 sampai dengan Pasal 63. Abstraksinya dapat dibaca pada uraian berikut: Pasal 36 ayat (1) menegaskan bahwa izin usaha pertambangan terdiri atas: (a) izin usaha pertambangan eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan; (b) izin usaha pertambangan operasi produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan. Bertalian dengan uraian tersebut, kewenangan pemberian izin usaha pertambangan bisa melalui bupati jika wilayah izin usaha pertambangan berada di dalam wilayah satu kabupaten/kota.
Sedangkan jika wilayah izin usaha pertambangan berada pada lintas wilayah kabupaten/kota, maka izin usaha pertambangan diberikan oleh gubernur. Selanjutnya jika wilayah izin usaha pertambangan berada pada lintas wilayah provinsi maka menjadi kewenangan menteri, setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur, bupati/walikota (Pasal 37). Pada dasarnya, izin usaha pertambangan dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, dan perseorangan (Pasal 38). Izin usaha pertambangan eksplorasi wajib memuat beberapa hal yakni: nama perusahaan, lokasi dan luas wilayah, rencana umum tata ruang, jaminan kesungguhan, modal investasi, perpanjangan waktu tahap kegiatan, hak dan kewajiban pemegang izin usaha pertambangan, jangka waktu berlakunya tahap kegiatan, jenis usaha yang diberikan, rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan, perpajakan, penyelesaian perselisihan, iuran tetap dan iuran eksplorasi, dan amdal (Pasal 39 ayat (1)).
Sedangkan izin usaha pertambangan produksi mesti memuat beberapa syarat lain yakni sebagai berikut: nama perusahaan, luas wilayah, lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, modal investasi, jangka waktu berlakunya izin usaha pertambangan, jangka waktu tahap kegiatan, penyelesaian masalah pertanahan, lingkungan hidup termasuk reklamasi dan pasca tambang, dana jaminan reklamasi dan pasca tambang, perpanjangan izin usaha pertambangan, hak dan kewajiban pemegang izin usaha pertambangan, rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan, perpajakan, penerimaan negara bukan.
4. KESIMPULAN
Agar kerusakan lingkungan dan biaya pemulihannya dapat dikategorikan sebagai kerugian keuangan negara, maka perbuatan mesti diarahkan sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang Anti Korupsi, serta menempatkan lingkungan hidup, kekayaan negara, dan keuangan negara sebagai satu kesatuan.
Tuntutan Kami:
1. Meminta dan mendesak KPK RI Mengusut tuntas kasus Dana JAMBREK (Jaminan Reklamasi) dan Dana Jaminan Pengelolaan Lingkungan (DJPL)
2. Meminta KPK RI Menindak Kasus hasil Evaluasi selisih yang belum dapat di pertanggung jawabkan sebesar Rp 168.050.000.000 (Seratus enam puluh delapan milyar lima puluh juta rupiah)
3.Copot dan Penjarakan H.Ansar Ahmad Gubernur Kepulauan Riau.
"Kami akan tetap turun untuk aksi selanjutnya,apa bila tuntutan kami yang sesuai data tidak di proses secara mekanis hukum atas tindakan pidana Korupsi sebagai mana kami cantumkan di atas." tutup Sofian.
Red/Jul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar